Siaran Pers

Rote Ndao: Menjemput Harapan lewat Budidaya Rumput Laut Berkelanjutan

Panem rumput laut
Seaweed Farm Aboulah Hatir carrying seawood on his boat to Mulutseribu Seaweed Farms, Indonesia. The Nature Conservancy has supported these livelihood alternatives that bring new sources of income and take pressure off local fisheries. © © Kevin Arnold
Memilah Rumput laut
Memilah Rumput Laut Seorang petani rumput laut di Rote, Nusa Tenggara Timur tengah menyortir rumput laut untuk diolah. © The Nature Conservancy

Indonesia merupakan negara penghasil rumput laut terbesar di dunia, dengan produksi tahunan sekitar 10 ton (berat basah). Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, pun menjadi salah satu sentra utama industri rumput laut dengan luas lahan mencapai 32 ribu hektar. Pemerintah meyakini, budidaya ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mendongkrak perekonomian masyarakat pesisir. Di samping sebagai komoditas ekonomi, rumput laut pun berperan dalam skenario mitigasi perubahan iklim karena memiliki daya serap karbon yang tinggi.

Dengan letak geografis yang strategis, Rote Ndao memiliki potensi kelautan dan perikanan tinggi untuk menggerakkan roda perekonomian. Seperti dilansir dari laman resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), perairan Rote Ndao memiliki potensi perikanan tangkap mencapai 3,19 juta ton per tahun dan dikenal sebagai kawasan penghasil rumput laut terbaik. Hasil produksi rata-rata rumput laut kering selama periode 2014-2018 sebesar 16.693,4 ton per tahun.

Selain permintaan pasar ekspor yang tinggi, sebagian besar ke China, sistem budidaya ini relatif mudah dan murah karena tidak memerlukan teknologi tinggi; serta bisa memperoleh hasil dalam waktu relatif cepat. Cukup 45 hari, petani rumput laut sudah dapat menikmati hasil panen yang biasanya untuk setiap kilogram kering rumput laut dipasarkan dengan kisaran harga Rp 20.000-25.000.

Bagi masyarakat Rote Ndao, budidaya rumput laut ini telah dikenal sejak 1990-an dan menjadi salah satu sumber penghasilan. Namun, praktik budidaya rumput laut ini juga menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem laut. “Lahan yang digunakan untuk budidaya rumput laut berkompetisi dengan terumbu karang dan padang lamun. Dalam banyak kasus, padang lamun digerus karena dianggap pesaing pertumbuhan rumput laut. Masyarakat juga kerap menggunakan kayu mangrove untuk membuat sarana budidaya, seperti patok budidaya, karena daya tahannya yang kuat dalam air,” ujar M Ilman, Director of Oceans Program Yayasan Konservasi Alam Nusantara, afiliasi dari The Nature Conservancy (YKAN|TNC).

Lebih jauh Ilman menjelaskan, padang lamun merupakan salah satu ekosistem penyimpan karbon terbesar setelah mangrove, dengan kemampuan menyimpan 120 ton karbon per hektar (Alongi, 2015). Rusaknya padang lamun akan kian mendorong terjadinya emisi gas rumah kaca. Kerusakan padang lamun juga diperkirakan menjadi salah satu pemicu turunnya kualitas perairan yang menyebabkan penurunan kesehatan warga sekitar.

Kabupaten Rote Ndao memiliki lebih dari 20 desa yang mayoritas masyarakatnya menggantungkan perekonomian pada kegiatan budidaya rumput laut. Sementara, sebagian besar wilayah perairan kabupaten ini beririsan langsung dengan kawasan Taman Nasional Perairan Laut Sawu, area konservasi seluas 3,35 juta hektar yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi.

“Untuk itu harus dicari jalan tengah agar taman nasional tetap terjaga, sementara penghasilan masyarakat tidak terganggu,” tambah Rizal Algamar, Executive Director YKAN|TNC.

Praktik berkelanjutan

>Sejak 2017, YKAN|TNC melakukan pendampingan di Rote, tepatnya di Desa Oelolot dan Desa Mbueain. Dalam kurun dua tahun, tingkat perusakan padang lamun, mangrove, maupun terumbu karang yang terimbas dari budidaya rumput laut menurun hingga 100%. Beberapa kelompok juga berhasil mempertahankan kontinuitas produksi dengan memanfaatkan teknik pembuatan kebun bibit. Adanya kebun bibit ini pun menjadi terobosan bagi petani rumput laut, karena memangkas besaran modal dan memudahkan petani rumput laut. Pasalnya, sebelum ada kebun bibit, setiap kali akan dimulainya masa tanam, para petani rumput laut harus membeli bibit di desa-desa lain.

Di sisi lain, YKAN|TNC juga menginisiasi sebuah wadah yaitu Kios Konservasi yang mampu semakin mendorong masyarakat menjalankan budidaya yang berkelanjutan. Kios Konservasi membukakan akses pasar bagi petani, akses informasi, dan akses jasa keuangan. Diresmikan pada akhir Agustus lalu, Kios Konservasi yang juga merupakan hasil kerja sama YKAN|TNC dengan Yayasan Tahija ini diharapkan dapat meningkatkan daya tawar petani dalam menjual rumput lautnya dan memberikan insentif ekonomi pada upaya-upaya konservasi.

Di samping itu, YKAN|TNC juga membantu tata kelola wilayah desa-desa rumput laut yang merupakan penyangga taman nasional agar tidak terjadi tumpang tindih pemanfaatan. Dengan demikian, ada wilayah yang khusus untuk area wisata, alur pelayaran, area budidaya rumput laut, dan penjemurannya. “Hal ini penting untuk mengurangi konflik, sekaligus menjaga kualitas rumput laut dari kemungkinan pencemaran,” tambah Ilman.

Budidaya rumput laut yang berkelanjutan memupuk asa bagi masyarakat Rote Ndao mencapai kesejahteraan ekonomi. Tak hanya menjadi sumber ekonomi warga, budidaya rumput laut yang baik turut menjaga keseluruhan ekosistem, termasuk kelestarian padang lamun, yang berperan besar dalam mengatasi perubahan iklim. Rumput laut pun bermanfaat sebagai penyaring air alami dan diidentifikasi dapat mengurangi laju pengasaman laut. Rumput laut juga menjadi salah satu solusi alami dalam mengatasi sampah plastik. Dalam beberapa tahun terakhir, rumput laut dikembangkan sebagai bahan pembuatan plastik yang dapat terurai, bahkan sebagai bahan kemasan yang dapat dikonsumsi (edible).

Tentang YKAN

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.