-
Maria Adityasari
Communications Manager
Yayasan Konservasi Alam Nusantara
Email: maria.adityasari@ykan.or.id

Budi daya udang adalah komoditas perikanan dengan tingkat pertumbuhan yang paling cepat dan dengan nilai perdagangan global yang meliputi 15% dari total nilai perdagangan perikanan internasional. Mayoritas udang dibudidayakan di negara berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi lokal. Kebutuhan protein berupa ikan akan terus meningkat hingga tahun 2030. Oleh sebab itu negara-negara produsen perikanan utama seperti Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk meningkatkan volume ekspor hingga 250% pada tahun 2024. Langkah ini dapat membantu ekonomi lokal dan nasional, tetapi harus dilakukan hati-hati, agar tidak melemahkan upaya global untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Hal tersebut disampaikan oleh Muhammad Ilman, Direktur Program Kelautan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) di ajang konferensi budi daya udang internasional, The Aquaculture Roundtable Series (TARS 2021) pada Kamis (19/8).
“Banyak tambak yang terlanjur dibangun di dalam ekosistem mangrove di Asia Tenggara. Praktik ini merupakan kontributor utama pengurangan ekosistem mangrove global. Di Indonesia, misalnya, sebagian besar dari 600.000 hektare tambak udang adalah tambak ekstensif dengan produktivitas rendah yang dikonversi dari lahan mangrove,” jelas Ilman.
Sebagai solusinya, Ilman menyampaikan perlunya mendesain ulang tata letak tambak ekstensif tersebut, sehingga 50–80% tambak bisa kembali berfungsi sebagai hutan mangrove secara alamiah. Di sisi lain, kegiatan budi daya bisa dilanjutkan di areal yang tersisa dengan mendorong teknologi budi daya yang lebih maju untuk meningkatkan produksi. Pendekatan ini dapat menyelamatkan 600,000 hektare mangrove dengan potensi mitigasi dan pengurangan CO2 sebesar 1 miliar ton dalam 10 tahun, dan pada saat yang bersamaan, Indonesia bisa mencapai target produksi udangnya.

Pembelajaran dari Kabupaten Berau dan Kota Semarang
Pada kesempatan tersebut, Ilman juga menyampaikan pembelajaran dari kegiatan YKAN bersama mitra tentang budi daya udang secara berkelanjutan di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, dan Kota Semarang, Jawa Tengah. “Kabupaten Berau memiliki ekosistem mangrove seluas 86.000 hektare, terluas di Provinsi Kalimantan Timur. Sayangnya, pembukaan tambak udang yang tidak terencana menjadi pendorong utama deforestasi mangrove di sana. Pada 2019, 13 persen atau 11.000 hektare lahan mangrove diubah menjadi areal tambak udang. Jika area tambak terus meluas, dapat menyebabkan dampak negatif yang lebih besar, tidak hanya bagi ekosistem tetapi juga bagi masyarakat pesisir,” papar Ilman.
Ilman melanjutkan bahwa untuk mengatasi hal tersebut, YKAN bersama Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, memperkenalkan tambak SECURE (Shrimp-Carbon Aquaculture) di Delta Berau. Sebagian besar tambak udang di delta tersebut berukuran besar, mulai dari 5 hektare hingga 25 hektare. Luasnya tambak ini berbanding terbalik dengan produktivitasnya yang hanya 27 kg per hektare per siklus. Produktivitas yang rendah ini menjadi salah satu alasan untuk membuka tambak udang baru demi mendapatkan lebih banyak manfaat ekonomi.
Program tambak SECURE dilakukan dengan mendesain ulang tambak udang ke ukuran yang lebih kecil dan menggabungkannya dengan restorasi hidrologi mangrove. Program tersebut telah merestorasi 10 hektare tambak udang aktif menjadi 2 hektare tambak udang. Sementara areal sisanya, sebesar 8 hektare digunakan sebagai areal restorasi mangrove yang akan mendukung pakan alami untuk udang dan ikan, serta mengurangi emisi karbon.
Hal serupa juga diterapkan di Kelurahan Mangunharjo, Semarang, di mana YKAN bekerja sama dengan Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara melalui program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) memperkenalkan teknologi tambak udang semi intensif dan skala rumah tangga secara berkelanjutan. Metode ini cocok dikembangkan karena bersifat ramah lingkungan. Hal ini seiring dengan upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian mangrove dan lingkungan pesisir.
Ilman menjelaskan bahwa program demplot tambak udang vaname semi intensif ini sangat membantu masyarakat, karena metodenya cukup mudah untuk dipelajari, dan hasilnya maksimal. Dulu, saat panen biasanya petambak hanya memperoleh 50 kg untuk tambak seluas 1.200 meter persegi. Namun, sejak didampingi oleh YKAN dan BBPBAP Jepara menggunakan teknologi semi intensif skala rumah tangga, hasil dari tambak yang sama bisa mencapai lebih dari 300 kg sekali panen dan kelestarian lingkungan tetap terjaga.
“Jika kawasan pesisir dikelola secara terpadu, akan tercipta keseimbangan antara kesejahteraan masyarakat pembudi daya dan konservasi ekosistem mangrove. Upaya ini penting karena ekosistem mangrove yang sehat mendukung produktivitas perikanan, memberikan sumber pendapatan, perlindungan, serta berkontribusi pada ketahanan pangan dan sosial juga penurunan emisi gas rumah kaca,” pungkas Ilman.
Tentang YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.