Spatial Terrestrial
Vegatasi Hutan Hujan Tropis Sangkulirang Mangkalihat © Christianus Djoka

Perspektif

Terobosan Aplikasi Sederhana, Permudah Kerja Pemantauan dan Evaluasi Restorasi Hutan

Oleh Muhammad Rosidi, Spatial Planner YKAN | Musnanda Satar, Conservation Planning Senior Manager YKAN

Upaya restorasi kawasan hutan, reboisasi dan penanaman pohon secara nasional telah dilakukan banyak pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat hingga pihak swasta. Berdasarkan rencana strategi Direktorat Jenderal Pengendalian Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2014-2024, pada tahun 2019 saja telah dilakukan penanaman di area seluas 395.169 hektare. Dengan luasan area penanaman ini, perlu dibangun sebuah sistem pemantauan dan evaluasi yang dapat menunjukkan secara detail tentang jumlah, jenis, dan pertumbuhan pohon.

Indikator kesuksesan dari suatu kegiatan restorasi kawasan hutan, selain secara kuantitatif berupa luas area restorasi, juga bisa dilihat  secara kualitatif  seperti tingkat kelangsungan hidup (survival rate) tanaman, dampak terhadap kawasan seperti semakin tingginya kerapatan hutan, ketersediaan pangan satwa, meningkatnya kualitas air, bertambahnya Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sehat, dan semakin besarnya kemanfaatan yang diperoleh masyarakat di sekitarnya. Untuk mengukur indikator ini diperlukan sebuah aplikasi yang memastikan semua indikator keberhasilan dapat terukur baik dalam skala keluaran maupun dalam skala hasil.

Terobosan aplikasi

Salah satu bahan penyusunan aplikasi itu adalah keberadaan data spasial. Data spasial dalam pembangunan aplikasi ini diperlukan karena restorasi kawasan hutan yang berupa penanaman tidak bisa dilepaskan dari ruang dan waktu, sebaran lokasi keberadaan titik tanamnya, dan alokasi waktu penanaman. Sebaran titik dan waktu penanaman menjadi referensi setiap kegiatan pemantauan, di samping juga sebagai bentuk transparasi realisasi penanaman.

Dalam upaya restorasi kawasan, tentu tidak hanya berhenti di kegiatan penanaman. Namun, juga diikuti proses menandai tanaman (tagging) dengan melengkapi data lokasi daerah, blok, persil, petani penggarap, jenis tanaman, koordinat, dan foto. Penandaan awal ini digunakan sebagai dasar untuk kegiatan selanjutnya, yaitu pemantauan. Baik kegiatan penanaman maupun penanaman, memerlukan aplikasi.

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melalui dua program konservasi yang berjalan di Pegunungan Muria, Kudus, Jawa Tengah, dan Taman Nasional Halimun Salak (TNGHS), Bogor, Jawa Barat, berusaha membangun sebuah aplikasi pemantauan dan evaluasi penanaman dengan menggunakan platform daring yang dikeluarkan oleh perusahaan pemasok software sistem informasi geografi internasional, Environmental Systems Research Institute (ESRI).

Program konservasi di Muria menargetkan restorasi area seluas 700 hektare, sementara di TNGHS seluas 200 hektare. Pada kedua kawasan ini, proses penanaman pohon disertai dengan membuat alat pemantauan dan evaluasi yang mudah untuk memotret data, mulai dari lokasi titik penanaman, jenis pohon, kelompok masyarakat, dan kondisi tanaman.

Dalam kegiatan yang dilakukan di Muria dan Gunung Salak, YKAN menggunakan aplikasi dari ESRI, yaitu ArcGIS Survey 123, sebagai solusi pengumpulan data dengan menggunakan formulir sederhana tetapi berkinerja tinggi, sehingga proses pembuatan, pembagian, dan analisis survei hanya memerlukan tiga langkah mudah. Meskipun bukan aplikasi terbaru, ArcGIS Survey123 sesuai kebutuhan dan mudah digunakan oleh awam, mengingat YKAN Mengingat YKAN menerapkan pendekatan restorasi berbasis masyarakat, Dengan demikian, aplikasi yang sederhana dan dapat dimanfaatkan kelompok masyarakat akan lebih efektif.

Tahapan Penerapan Aplikasi

ArcGIS survey 123 memiliki banyak kriteria yang dibutuhkan dan dapat diimplementasikan dengan mudah. ArcGIS survey 123 dibuat berbasis Android dan bisa diakses melalui ponsel sebagai medianya. Tahap penyusunannya sebagai berikut:

1.    Membangun kerangka kerja yang logis

Pada proses ini, peneliti menyusun variabel-variabel yang telah ditentukan dalam suatu aplikasi, urutan dan adanya hubungan data dan informasi yang akan diambil, sehingga pemakai merasa nyaman. Penentuan variabel ini mendukung dan memastikan data yang diambil valid dan punya korelasi kuat dengan tujuan.

2.    Sistem uji coba

Menjaring masukan dari tim internal maupun masyarakat, sebagai pengguna, setelah melakukan uji coba di lapangan.

3.    Pelatihan penggunaan aplikasi

Dalam program restorasi berbasis masyarakat, pelatihan menjadi sarana untuk peningkatan kapasitas masyarakat dan untuk transfer pengetahuan.

4.    Membuat analisa hasil dan laporan

Membaca hasil pemantauan dan berdiskusi bersama dengan para pihak, khususnya masyarakat, untuk mencari solusi dari berbagai masalah yang ditemui saat pemantauan sebagai upaya perbaikan di masa mendatang.

Pelatihan penggunaan aplikasi pada generasi muda

Pelatihan penggunaan aplikasi sebagai sarana peningkatan kapasitas dan transfer pengetahuan pada masyarakat ini juga menjadi sarana untuk menumbuhkan rasa memiliki pada kegiatan yang telah mereka lakukan dalam restorasi kawasan hutan. Masyarakat tidak sekadar menjadi obyek kegiatan, namun menjadi subyek yang mampu mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki lingkungan di sekitarnya berdasarkan kesadaran dari diri sendiri.

Dalam hal ini, pelibatan anak muda dalam pelatihan, sangat diharapkan. Ketika melakukan proses penandaan maupun pemantauan restorasi, generasi muda akan mengenal sekaligus mengetahui potensi dan masalah di lingkungan sekitarnya, khususnya lahan pertanian mereka.

Setelah pelatihan, mereka juga dilibatkan dalam diskusi hasil pemantauan yang dikemas dalam sekolah lapang untuk memberikan pemahaman yang lebih menyeluruh dan menumbuhkan kemampuan untuk menganalisa kebutuhan daerahnya.

Implementasi pemantauan dengan ArcGIS survey 123

Pelaksanaan penandaan dan pemantauan tanaman rehabilitasi menggunakan aplikasi ArcGIS survey 123 lebih sederhana dan mudah penggunaannya. Tingkat akurasinya juga bagus dibanding aplikasi ponsel lainnya. Pada proses pemantauan ini, pelibatan petani adalah keharusan, karena partisipasi masyarakat adalah pendekatan utama dalam proses restorasi ini. Kegiatan pemantauan dengan aplikasi juga meningkatkan  efisiensi dan efektifitas waktu selama kegiatan berlangsung.

Kelebihan dan Kekurangan Aplikasi ArcGIS Survey 123

Beberapa pandangan terhadap pemanfaatan ArcGIS Survey 123 dalam proses pemantauan tanaman adalah sebagai berikut :

  1. Aplikasi sederhana dalam pembuatan.
  2. Penggunaan aplikasi mudah digunakan petani, cukup dengan pelatihan singkat.
  3. Keterbatasan kapasitas pengguna jadi masalah tersendiri, khususnya bagi petani karena platform survei berbayar.
  4. Ponsel akan cepat panas jika tidak sesuai spesifikasi saat mengelola data-data dengan jumlah besar (ribuaan penandaan).
  5. Untuk menjaga tingkat akurasi di lapangan, GPS masih tetap diperlukan sebagai alat pengontrol.

Pembaharuan teknologi melalui ESRI Field Maps

Untuk ke depannya, YKAN mempertimbangkan penggunaan ESRI Field Maps—aplikasi dari ESRI dengan teknologi terbarukan dan lebih canggih—dalam pelaksanaan pemantauan dan evaluasi restorasi. ESRI Field Maps merupakan sebuah aplikasi yang menggabungkan fungsi pengambilan data dan pengeditan, analisis informasi, dan laporan secara langsung. Aplikasi ini mampu mengintegrasikan fungsi, mulai dari penyusunan format pengambilan data, proses pengambilan data, penyimpanan data secara daring dengan menggunakan ArcGIS daring, serta fungsi analisis untuk memilah data. Tentunya, juga dapat menampilkan data secara daring melalui dashboard.

Kegiatan YKAN bersama mitra di wilayah Muria dan Gunung Salak menjadi pembelajaran berharga bahwa penggunaan teknologi dalam melakukan pemantauan dan evaluasi restorasi hutan bukanlah sebuah pekerjaan rumit yang hanya dapat dilakukan oleh peneliti atau ahli kehutanan atau ahli geografi. Proses pengambilan data dapat dilakukan oleh masyarakat melalui proses pelatihan singkat.

Kuncinya adalah membangun aplikasi sederhana, dibangun secara bersama, dan pada akhirnya dapat digunakan untuk memastikan proses restorasi tidak berhenti di penanaman, tetapi berlanjut pada tujuan pemulihan ekosistem dan hutan.