Sustainable Forestrys

Perspektif

Pak Bowo, Penjaga Kelestarian Alam Desa Menawan

Oleh Dodi Rokhdian, Community Development Coordinator YKAN

Perjumpaan saya dengan Pak Bowo berawal kala saya melakukan kajian berbasis etnografi–sebuah metodologi kajian dari ilmu antropologi–pada akhir 2018. Kajian tersebut mengharuskan saya tinggal dalam waktu lama (live in) di Desa Menawan, di kaki Gunung Muria, Kudus, Jawa Tengah, dan melebur dengan rutinitas harian penduduknya. Tujuan kajian untuk memahami cara pandang dan cara bertindak, serta relasi penduduk dalam mengelola sumber daya alam di sekitar kehidupannya. Kajian ini menjadi dasar implementasi program rehabilitasi berpendekatan SIGAP (Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan) yang diinisiasi YKAN bersama Djarum Foundation di desa-desa sekitar Gunung Muria.

Wilayah Gunung Muria yang terbagi ke dalam tiga kabupaten, yakni Kabupaten Jepara di sisi barat; Kudus di sisi selatan; dan Pati di sisi timur dan tenggara;  dikenal kaya biodiversitasnya. Berdasarkan data Pusat Kajian Lingkungan Hidup Universitas Muria, di wilayah ini ditemukan 109 jenis tumbuhan dari 51 famili, 68 jenis burung, 7 jenis mamalia, 5 reptil (Widjanarko, 201), dan 34 jenis kupu – kupu (Rhopalocera) (Naim and Hadi, 2018). Hasil kajian YKAN juga mengungkapkan, terdapat dua jenis satwa yang berklasifikasi kritis (critically endangered) berdasarkan kriteria IUCN, yaitu macan tutul jawa (panther pardus melas) dan trenggiling (manis javanica). Keduanya merupakan satwa prioritas pemulihan populasi yang ditargetkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu terdapat enam satwa kategori langka yang dilindungi, yaitu kancil (Tragulus javanicus), kucing hutan (Prionailurus bengalensis), kijang muncak (Muntiacus untjac), lutung (Trachypitecus auratus), burung paok pancawarna (Hydrornis guajanus), dan elang ular bido (Spilornis cheela).

Tak hanya memiliki nilai penting konservasi, Gunung Muria juga memiliki makna religi. Ribuan peziarah dari pelosok Nusantara ramai mengunjungi desa di kaki sekitar Gunung Muria untuk mencari berkah. Di wilayah ini tersebar lokasi pertapaan, petilasan (peninggalan orang keramat), dan sendang (mata air) yang dianggap sakral menurut kepercayaan setempat. Di salah satu desa di kaki gunung juga terdapat makam seorang wali penyebar agama Islam bernama Raden Umar Said, yang dikenal dengan sebutan Sunan Muria. Tingginya nilai konservasi yang bersandingan dengan nilai religi inilah yang memayungi derap kehidupan Desa Menawan, di mana Pak Bowo menjalani keseharian.

Dari Kandang Menjaga Kali Gelis

Kebun hasil olahan tani alami yang dikerjakan Pak Bowo memiliki kandang-kandang ternak kambing miliknya dan milik petani lainnya. Kotoran kambing dijadikan bahan dasar pupuk untuk aneka pohon buah seperti durian, alpukat, jambu citra, mangga, pete, dan rumput gajah yang tumbuh subur di lahan tersebut. Kebun pusat produksinya disebut kandang oleh warga setempat. Di sana juga terdapat kolam ikan lele dan nila yang bermedia kolam terpal. Di kandang, saya menghabiskan waktu membicarakan beragam hal, karena di sinilah ia banyak mencurahkan waktu mengelola aneka usaha taninya.

Praktik usaha tani lestari yang dilakoninya menjadi cara untuk meningkatkan kemandirian dan kedaulatan dirinya sebagai petani, Intinya kita (petani) tidak boleh terus bergantung dari pupuk kimia yang dibeli dari luar. Saya sudah lima tahun tidak membeli pupuk kimia. Saya bikin sendiri dan terbukti tanaman di sini menghasilkan panen dengan baik,  ujar Pak Bowo menjelaskan konsep tani alaminya. 

Usaha tani alami Pak Bowo banyak menghabiskan waktunya di lahan kebun miliknya yang dikelola secara berkelanjutan. © YKAN

Ia pun berbagi keahlian praktik tani lestari kepada petani lain. Dalam beberapa kesempatan, ia juga rela menyisihkan waktunya berbagi pengetahuan dengan menjadi pemateri dalam pelatihan pembuatan pupuk organik dan budi daya tanaman untuk kelestarian dan peningkatan ekonomi petani sekitar. Pelatihan ini merupakan bagian dari program Sekolah Lapang yang dicanangkan YKAN untuk penguatan kapasitas warga.

Menurut Pak Bowo, berbagi ilmu dalam pertanian lestari akan lebih bermanfaat bagi tujuan konservasi secara luas. Ketimbang disimpan sendiri (ilmu tersebut), yang kena dampak hanya kebun saya sendiri. Berbeda kalau saya bagikan (ke petani lain), lalu tersebar ke mana-mana, lingkungan alam yang lebih luas akan terdampak,” tuturnya dengan bijak.

Berbagi ilmu Pak Bowo memberikan materi pembibitan dan pembuatan pestisida organik kepada kelompok tani dalam Program Sekolah Lapang yang diinisiasi YKAN. © YKAN

Mengusir Galian C di Tepian Kali Gelis

Wilayah Desa Menawan dilalui aliran sungai Kali Gelis yang bersumber dari mata air Sendang Bunton, yang berada di hulu sekitar Puncak Gunung Muria. Aliran air Kali Gelis membelah wilayah Kabupaten Kudus dengan panjang sekitar 32 kilometer, melintas dari utara ke selatan melewati beberapa wilayah desa seperti Rahtawu di paling utara, kemudian ke Menawan, Soco, Puyoh, Jurang, Besito dan berakhir di wilayah Jati Wetan. Alirannya mengairi lahan pertanian warga desa dan di masa lalu menjadi sarana warga untuk berbagai pemenuhan kebutuhan dasar. “Namun, Kali Gelis sudah tidak seperti dulu lagi. Banyak kerusakan yang terjadi, airnya tidak sejernih dulu,” kata Pak Bowo.

Menurutnya, penyebab kerusakan Kali Gelis, salah satunya, disebabkan aktivitas penambangan Galian C yang beroperasi di desanya sejak 1980-an dengan mengeruk batu dan pasir, serta mengeruk sempadan sungai tanpa memperhatikan aspek kelestarian lingkungan sekitar. Akibatnya, perkebunan dan persawahan warga terdampak banjir di musim hujan dan di beberapa bagian, warga sulit mendapatkan akses air karena tepian sungai dikeruk hingga menjadi curam dan sulit dilalui.

Sejak era 2000-an, aktivitas penambangan telah berhenti beroperasi. Ini berkat gelombang protes warga yang dipimpin Pak Bowo dan Karang Taruna setempat. Upaya keras menjaga kelestarian Kali Gelis dengan berunjuk rasa yang diekspresikan oleh warga melalui kepemimpinan Pak Bowo masih diingat oleh warga di Desa Menawan. Seorang warga menyebut bahwa kepemimpinan Pak Bowo yang tidak kenal takut menjadi penentu kekompakan warga saat menghentikan aktivitas penambangan Galian C di Desa Menawan.

Tantangan menjaga kelestarian Kali Gelis dan lingkungan sekitarnya tak berhenti di sini. Bencana longsor yang terjadi pada 2014 di Dusun Kambangan, Desa Menawan, memakan 12 korban. Bencana ini dipicu curah hujan tiggi selama berhari-hari dan secara tidak langsung dipicu oleh karena gundulnya hutan dan lahan sekitar, karena sedikitnya pepohonan. Bencana tersebut memicu kesadaran Pak Bowo untuk lebih menggiatkan dan merintis kegiatan konservasi di wilayah Desa Menawan dengan menginisiasi kegiatan-kegiatan pelestarian melalui kerja sama dengan beberapa pihak yang punya kepedulian sama.  

Merehabilitasi Lahan dan Menanam Pohon di Tepian Kali Gelis dan Selobrojo

Lebih dari satu dekade pascabencana longsor di Desa Menawan, tepatnya di akhir tahun 2020, Pak Bowo menjadi tokoh kunci untuk memuluskan program rehabilitasi lahan kritis di Desa Menawan yang diinisiasi oleh Djarum Foundation dan YKAN. Melalui kepemimpinan dan militansinya saat mensosialisasikan dan menjelaskan tujuan program, serta upaya tanpa lelahnya dalam mengorganisasi petani, program rehabilitasi akhirnya dapat dilaksanakan di Desa Menawan.

Rehabilitasi lahan dilakukan selama 2020-2023 dan telah berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama,  luas area  rehabilitasi mencapai 19,3 hektare dan tahap kedua seluas 69,8 hektare. Total, lahan seluas 89,1 hektare telah direhabilitasi dengan menanam 9.750 bibit pohon buah dan melibatkan 293 orang petani. Saat ini, sebagian besar pohon buah telah tumbuh dan dirawat oleh petani di lahan-lahan miliknya. Walau terdapat banyak kendala dan kekurangan, program rehabilitasi lahan ini dapat terlaksana berkat kehandalan Pak Bowo bersama sejawatnya dalam mendorong para petani.

Paralel dengan kegiatan rehabilitasi di Desa Menawan, Pak Bowo dengan komunitas konservasi tepian Kali Gelis juga melakukan gerakan penanaman pohon pada 2021 di sepanjang 2 kilometer tepian Kali Gelis dan sepanjang 1,5 kilometer di tepian kali Selobrojo, anak sungai Kali Gelis. Penanaman 1.200 bibit pohon yang terdiri dari bibit karet kebo, beringin, aren, pucung, gayam, dan jambu mete ini berangkat dari keresahan warga akan berkurangnya sumber air bersih di wilayah dua desa, yakni Desa Menawan dan Desa Soco. Kini, tanaman-tanaman tersebut sebagian besar telah tumbuh dan secara berkala perkembangan dan perawatannya dipantau oleh komunitas kelompok konservasi yang dikomandani Pak Bowo.

Komunitas Konservasi Kali Gelis Pak Bowo bersama komunitas konservasi melakukan penanaman 1.200 bibit pohon di tepian sungai. © YKAN

Kiprah Pak Bowo sebagai inisiator kegiatan konservasi di Desa Menawan tidak berhenti di kegiatan rehabilitasi dan penanaman di tepian sungai. Ia juga terlibat dalam aktivitas pemulihan jenis ikan endemik Kali Gelis yang kini mulai menghilang. Pada pertengahan tahun 2022, ia bersama Komunitas Konservasi Kali Gelis dan pemerintahan desa setempat, melepasliarkan bibit ikan endemik ke sungai Kali Gelis sebanyak 5.000 ekor.

Mengembalikan Romantisme Masa Lalu

Angin sejuk dari wilayah utara Desa Menawan bertiup kencang menemani obrolan saya dengan Pak Bowo di awal tahun 2023 yang berlangsung di kandang miliknya. Musim durian baru saja usai. Sambil menikmati kopi di Gubuk Tani yang berada di area kendang, Pak Bowo mengurai kembali setiap jejak aktivitas konservasi yang telah dilakukannya.

Ia mengakui, alam Desa Menawan yang dulu lestari memang sulit dikembalikan ke kondisi semula. Upaya konservasi yang telah dilakukannya hanyalah langkah kecil untuk mengembalikan romantisme masa indah Desa Menawan di masa lalu. Kala sungai mengalir jernih dan lingkungan sekitar ijo royo-royo dipenuhi aneka pepohonan.