Lahan Tambak
Tambak Udang Desa Pegat Batumbuk, Derawan, Berau, Kalimantan Timur © Dhika Rino Pratama

Perspektif

Pentingnya Restorasi di Tengah Laju Kerusakan Mangrove

Oleh Dzimar Akbarur Rokhim Prakoso, Remote Sensing Officer YKAN

Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove pun menjadi salah satu solusi berbasis alam dalam menanggulangi perubahan iklim. Kondisi mangrove di Indonesia tidak lepas dari tekanan deforestasi. Lebih dari 50% mangrove Indonesia hilang selama 30 tahun terakhir, yang menjadikan Indonesia memiliki laju kerusakan mangrove tercepat di dunia (FAO, 2007).

Provinsi Kalimantan Timur memiliki mangrove terbesar ketiga di Indonesia, setelah Papua dan Riau. Mangrove di Kalimantan Timur mengalami tekanan besar dari konversi lahan menjadi tambak. Sejarah konversi mangrove Kalimantan Timur dimulai sekitar tahun 1970-2000 dengan puncaknya pada tahun 1980-1990, yang mempengaruhi wilayah pesisir Delta Mahakam, Penajam Paser Utara, dan Paser.

Penyebab awal perubahan tersebut adalah adanya perpindahan penduduk. Hasil wawancara mendalam kepada para stakeholder di sektor pemerintah, petambak, dan pengelola mangrove menunjukkan bahwa proses migrasi tersebut merupakan cikal bakal masyarakat baru dan akhirnya menjelma menjadi desa inti, misalnya Desa Muara Pantuan dan Sepatin di Kabupaten Kutai Kartanegara.

Proses transformasi ini juga mengawali konversi hutan mangrove menjadi tambak dengan menggunakan alat tradisional bernama Kong. Alih fungsi hutan mangrove juga terjadi akibat penebangan liar yang menjadi kegiatan ekonomi masif, khususnya di Delta Mahakam dan Teluk Balikpapan, hingga akhirnya berhenti pada tahun 1970 dengan dimulainya masa Orde Baru yang menyepakati wajibnya konsesi hutan.

Dinamika perubahan mangrove dan tambak yang terjadi di Kalimantan Timur menarik untuk dikaji, terutama kaitannya dengan strategi yang perlu dibangun untuk menghadapi proses deforestasi mangrove yang terjadi dan menyusun prioritas restorasi mangrove yang dapat akan dicapai di masa depan.

Analisis dinamika tutupan mangrove

Yayasan Konservasi Alam Nusantara, melalui Program Kelautan, mengembangkan analisis spasial multi-temporal mangrove dan tambak di Kalimantan Timur menggunakan citra satelit, seperti Landsat 5 TM yang mengambil data pada tahun 1990, Landsat 7 ETM+ untuk mengambil data pada tahun 2000, dan Sentinel 2 yang mengambil data tahun 2019.

Berdasarkan sejarah mangrove di Kalimantan Timur, tahun 1990 diidentifikasi sebagai awal deforestasi mangrove, sehingga menjadi data dasar dalam penelitian ini. Selanjutnya, tahun 1990-2000 tercatat sebagai proses puncak deforestasi di Kalimantan Timur, menjadikannya data proses perubahan yang digunakan sebagai pengenal.

Citra satelit memiliki kemampuan untuk merekam objek secara optis berdasarkan kondisi nyata di lapangan, sehingga dapat dilakukan proses analisis dan pemisahan antara mangrove dan tambak. Identifikasi keseluruhan habitat mangrove di Kalimantan Timur pada tahun 1990 seluas 268.147 hektare. Pada periode 1990-2000 berkurang menjadi 15% dan berkurang lagi sebesar 5% pada 2000-2019.

Gambar 1 Proses identifikasi tambak menggunakan citra Sentinel 2 di Delta Mahakam. © YKAN

Hasil ini menunjukkan bahwa proses perubahan lahan mangrove terbesar terjadi pada periode 1990-2000 dengan total luas mangrove yang terdegradasi mencapai 52.632 hektare, hanya menyisakan 215.514 hektare pada tahun pengamatan 2019. Sebaliknya, perubahan tambak yang mencolok terjadi antara tahun 1990-2000 yang dianggap sebagai periode konversi puncak. Diperkirakan 61.083 hektare atau sekitar 70% dari total tambak pada tahun 2019 yang teridentifikasi seluas 86.471 ha di Provinsi Kalimantan Timur.

Secara umum, penambahan luas tambak terus terjadi pada kurun 2000-2019, namun intensitasnya berkurang drastis. Setidaknya, ada 3 daerah yang sesuai dengan hasil proses wawancara mendalam yang menunjukkan bahwa Delta Mahakam seluas 5.462 hektare, Kabupaten Penajam Paser Utara seluas 2.385 hektare, dan Kabupaten Paser seluas 852 hektare sebagai daerah perintisan budidaya tambak di Kalimantan Timur periode 1990.

Gambar 2 Dinamika Perubahan Mangrove dan Tambak di Delta Mahakam tahun 1990-2019. © YKAN

Terjadinya deforestasi mangrove akan semakin luas sejalan dengan semakin jauhnya lokasi dari muara Sungai Mahakam dan pemukiman penduduk sekitarnya. Sebagian besar deforestasi mangrove terjadi di daerah delta yang dekat dengan garis pantai.

Hal ini menunjukkan berbagai kesimpulan, termasuk bahwa periode ini mungkin menjadi titik jenuh konversi lahan budidaya. Bisa jadi ada hubungannya dengan ketersediaan lahan, regulasi, atau tekanan pada laju perubahan yang signifikan.

Analisis konversi akan menjawab dan menjelaskan korelasi antara perubahan mangrove dan tambak di provinsi Kalimantan Timur. Secara keseluruhan, perubahan mangrove menjadi tambak di seluruh Kalimantan Timur mencapai 65% dari total pengurangan mangrove yang terjadi, baik pada periode 1990-2000 maupun 2000-2019, dan dominasi perubahan mangrove menjadi tambak paling besar berada di kawasan Delta Mahakam.

Sebanyak 80% dari perubahan lahan mangrove yang terjadi pada periode 1990-2000 di Delta Mahakam dijadikan tambak dan sisanya disebabkan aktivitas lain, seperti perkebunan, pemukiman, dan kerusakan akibat kegiatan pembukaan lahan. Persentase terkecil luasan perubahan mangrove menjadi tambak dalam kurun 1990-2000 terjadi di Kota Bontang.

Hasil analisis ini menjadi salah satu landasan penting dalam pengembangan program restorasi mangrove yang dilakukan oleh YKAN melalui Program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) dan Shrip-Carbon Aquaculture (SECURE). Area-area prioritas dari lokasi pengurangan mangrove yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir menjadi prioritas untuk menerapkan proses restorasi mangrove. Selain itu, replikasi dari metode yang digunakan dalam penelitian ini juga dilakukan di seluruh wilayah di Indonesia untuk membantu menentukan prioritas utama YKAN dalam melaksanakan program restorasi mangrove. Proses restorasi itu sendiri juga harus menemukan potensi area-area, sehingga dapat mengembalikan fungsinya semula sebagai area mangrove.

 

Pengakuan

Data yang ditampilkan dalam makalah ini berdasarkan analisis YKAN yang dilakukan pada tahun 2019. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Caterpillar Foundation yang telah mendanai penelitian ini melalui Program Kelautan Indonesia Yayasan Konservasi Alam Nusantara. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh tim DKP Provinsi Kalimantan Timur, DKP Berau, DKP Kutai Kartanegara, DP3 Balikpapan dan DKP Penajam Paser Utara atas dukungan dan bantuannya selama pengumpulan data dan survei lapangan.