
Kontak Media
-
Adia Puja Pradana
Communications Specialist Ocean Program YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara
Email: adia.pradana@ykan.or.id
Indonesia merupakan rumah bagi enam dari tujuh spesies penyu dunia, yakni Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea), Penyu Pipih (Natator depressus), dan Penyu Tempayan (Caretta caretta). Di Laut Sawu, penyu masih kerap mendarat dan bertelur, namun tekanan terhadap keberadaan mereka semakin meningkat.
Survei awal yang dilakukan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang pada 2016 di pantai-pantai di wilayah Taman Nasional Perairan Laut Sawu mencatat keberadaan tiga spesies penyu yang masih ditemukan langsung maupun bertelur di wilayah ini, yaitu Penyu Hijau, Penyu Sisik, dan Penyu Lekang.

Sayangnya, keberadaan mereka terancam oleh berbagai faktor. Perburuan penyu dan pengambilan telur masih kerap terjadi. Selain itu, predasi oleh hewan peliharaan seperti anjing dan babi memperbesar risiko gagalnya penetasan.
Ancaman lain yang tak kalah serius adalah penambangan pasir. Aktivitas ini ditemukan di hampir seluruh lokasi pantai peneluran. Ini membuat volume pasir menurun drastis, sehingga sebagian pantai yang sebelumnya aktif menjadi keras, dipenuhi batu dan pecahan karang, sehingga tidak lagi cocok untuk peneluran penyu. Situasi inilah yang membuat keterlibatan masyarakat dalam upaya pelestarian penyu menjadi sangat penting.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pada 24–25 September 2025 YKAN bersama BKKPN Kupang menggelar Bimbingan Teknis Pemantauan Pantai Peneluran Penyu di Desa Deme, Kabupaten Sabu Raijua. Kegiatan ini melibatkan masyarakat setempat melalui pendekatan citizen science, atau sains partisipatif sehingga menjadikan mereka sebagai garda terdepan dalam menjaga keberlangsungan populasi penyu di Laut Sawu.
“Penyu adalah satwa karismatik sekaligus indikator kesehatan ekosistem laut. Keberhasilan pelestarian penyu tidak mungkin dicapai tanpa keterlibatan masyarakat. Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk menumbuhkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap ekosistem laut di sekitar mereka,” terang Imam Fauzi, Kepala BKKPN Kupang.

Sebanyak 30 warga dari kelompok masyarakat di Desa Deme dan Desa Bodae berpartisipasi dalam kegiatan ini. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kapasitas kelompok masyarakat dalam memantau pantai peneluran penyu. Selama dua hari, peserta mendapatkan pengetahuan mengenai biologi penyu, daur hidup, hingga ancaman yang mereka hadapi.
Tidak hanya materi di dalam ruangan, peserta juga diajak praktik langsung di pantai untuk mengenali tanda-tanda keberadaan penyu, mengukur jejak, mengidentifikasi sarang, serta mencatat hasil temuan menggunakan aplikasi berbasis Android. Dengan metode ini, masyarakat tidak hanya menjadi pengamat, melainkan juga bagian dari proses ilmiah yang berkontribusi pada data konservasi penyu.
“Melalui citizen science, masyarakat bisa berkontribusi langsung dengan data nyata dari lapangan. Inilah yang nantinya menjadi dasar pengambilan keputusan pengelolaan konservasi, baik di tingkat lokal maupun nasional,” ujar Rizya Ardiwijaya, Coral Reef Specialist YKAN pada kesempatan tersebut.
Lebih dari sekadar transfer pengetahuan, melalui kegiatan ini diharapkan melahirkan kelompok masyarakat yang peduli terhadap pelestarian penyu di tingkat desa. Mereka dapat terus mencatat aktivitas penyu, menjaga pantai dari ancaman, serta menularkan kesadaran konservasi kepada komunitas yang lebih luas.
“Dulu kami hanya melihat penyu datang dan pergi, tapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Setelah ikut pelatihan ini, saya merasa punya tanggung jawab lebih besar untuk menjaga pantai tempat penyu bertelur,” ungkap Daniel Tadjo Udju dari Desa Waduwalla saat berbagi pembelajaran kepada peserta. Sebelumnya Daniel telah mengikuti kegiatan serupa di Desa Waduwalla pada tahun 2024.
Melalui kegiatan ini juga menumbuhkan rasa kepemilikan terhadap upaya pelestarian lingkungan, sehingga setiap lapisan masyarakat dapat berperan aktif. “Saya senang bisa ikut serta. Dengan handphone yang saya punya, ternyata saya bisa ikut mengumpulkan data penting bagi konservasi penyu,” tutur Murti Reke Wahi, peserta dari kelompok perempuan Desa Deme.

Dengan bekal keterampilan dan semangat baru, masyarakat kini siap menjaga agar Laut Sawu tetap menjadi rumah yang aman bagi penyu.
“Kami percaya bahwa pelestarian penyu tidak bisa dilakukan sendiri. Dengan pengetahuan yang dimiliki masyarakat, ditambah dukungan dari pemerintah dan mitra konservasi serta integrasi dengan teknologi, merupakan upaya untuk memastikan penyu senantiasa lestari. Tidak hanya di Laut Sawu, namun juga di wilayah lain,” pungkas Manajer Senior Perlindungan Laut YKAN, Yusuf Fajariyanto.
Tentang YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.