Siaran Pers

Kiprah Perempuan di Raja Ampat dalam Menjaga Kearifan Lokal melalui Tradisi Sasi Laut

Generasi muda Kelompok Sasi
Keterangan Foto Generasi muda Kelompok Sasi Perempuan Waifuna, Yolanda Kacili (kiri) dan Yonance Hay (kanan), bersama hasil tangkapan mereka pada buka sasi di Kampung Kapatcol, Distrik Missol Barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, Senin, 25 Maret 2024. © Adia Puja Pradana/YKAN

Kontak Media

  • Adia Puja Pradana
    Communications Specialist Ocean Program YKAN
    Yayasan Konservasi Alam Nusantara
    Email: adia.pradana@ykan.or.id

Kelompok sasi perempuan Waifuna dari Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya melaksanakan upacara buka sasi laut pada 25 Maret 2024. Wilayah sasi tersebut dibuka setelah ditutup selama satu tahun. Buka sasi di Kampung Kapatcol tahun ini dilaksanakan dalam rentang 25-28 Maret 2024.

Pada dasarnya, sasi merupakan sistem adat dalam mengelola sumber daya alam pada suatu wilayah tertentu yang disepakati, baik di darat maupun di laut yang masih banyak diterapkan di Indonesia bagian timur. Sasi laut menerapkan aturan tidak tertulis yang mengatur akses terhadap wilayah penangkapan sumber daya laut, alat penangkapan, spesies target, serta waktu dan lokasi penangkapan.

Anggota Kelompok Sasi Perempuan Waifuna, Yolanda Kacili, menunjukkan teripang hasil molo di Buka Sasi Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, Senin, 25 Maret 2024.
Keterangan Foto Anggota Kelompok Sasi Perempuan Waifuna, Yolanda Kacili, menunjukkan teripang hasil molo di Buka Sasi Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, Senin, 25 Maret 2024. © Adia Puja Pradana/YKAN

Secara historis, wilayah sasi dikelola oleh laki-laki. Namun, pengelolaan sasi di Kapatcol berbeda dengan lainnya, karena dilakukan oleh perempuan, yaitu kelompok Waifuna. Kelompok ini menjadi kelompok sasi perempuan pertama dalam sejarah Papua yang diberikan wilayah sasi dan hak  kelola. Hak tersebut diakui sepenuhnya oleh pemerintah kampung, gereja, dan pemegang adat.

“Perempuan harus berada di garda terdepan dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Melalui sasi, kami memiliki kesempatan untuk turut berkontribusi dalam pelestarian alam di Kapatcol, karena kami sadar bahwa alam ini adalah milik generasi mendatang, sehingga diperlukan peran bersama untuk menjaganya,” kata Almina Kacili, Ketua Kelompok Waifuna.

Wilayah sasi yang dikelola oleh Waifuna semakin menuai keberhasilan. Maka, pemerintah kampung memperluas wilayah kelolanya dari 32 hektare menjadi 213 hektare pada tahun 2019 hingga saat ini.

“Kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada kelompok perempuan Waifuna dan YKAN yang telah mendukung pengelolaan berkelanjutan sumber daya kelautan di Kabupaten Raja Ampat. Lewat kiprah kelompok perempuan Waifuna, kita belajar bahwa perempuan dapat berperan penting dalam pelestarian lingkungan sekaligus melestarikan tradisi luhur seperti sasi, sebagai wujud dari pemanfaatan berbasis masyarakat adat di dalam Zona Sasi Kawasan Konservasi,” jelas Plt. Kepala Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan, dan Perikanan Provinsi Papua Barat Daya Absalom Solossa.

Keterangan Foto Kelompok Sasi Perempuan Waifuna dari Kampung Kapatcol, Distrik Misool Barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, sedang menunjukkan hasil panen dari buka sasi. Hasil panen terdiri dari teripang, lobster, dan lola. Senin, 25 Maret 2024. © YKAN

Tradisi sasi, konservasi alam berbasis kearifan lokal

Sumber daya di perairan di wilayah sasi tidak boleh diambil dalam kurun waktu tertentu. Ada yang menerapkan tutup sasi selama tiga bulan, enam bulan, atau satu tahun seperti kelompok Waifuna. Semua tergantung kesepakatan antara kelompok pengelola sasi dengan perangkat kampung.

Ketika memasuki masa buka sasi, kelompok Waifuna dan masyarakat Kampung Kapatcol boleh memanen biota laut seperti teripang, lobster, dan lola selama 3-7 hari. Setelah masa buka sasi selesai, maka wilayah sasi akan kembali ditutup untuk satu tahun ke depan.

“Biota laut yang dipanen pun tidak boleh sembarangan. Mereka hanya boleh memanen jenis biota laut yang telah disepakati, seperti teripang dan lobster. Selain itu, ukuran biota laut yang boleh dipanen pun harus sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati, misalnya teripang yang boleh dipanen minimal 15 sentimeter panjangnya,” terang Manajer Senior Bentang Laut Kepala Burung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Lukas Rumetna.

Dalam melakukan panen pun tidak boleh dilakukan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Mereka hanya diperbolehkan mengambil biota laut dengan cara menyelam dan mengambilnya menggunakan tangan kosong, atau dalam bahasa setempat kegiatan ini disebut molo. Masyarakat juga diperbolehkan memanen biota laut di perairan dangkal menggunakan tombak kayu yang disebut tradisi balobe.

Ketua Kelompok Sasi Perempuan Waifuna, Almina Kacili (Mama Almina), memperlihatkan hasil buka sasi berupa teripang dan lola.
Keterangan Foto Ketua Kelompok Sasi Perempuan Waifuna, Almina Kacili (Mama Almina), memperlihatkan hasil buka sasi berupa teripang dan lola. © Adia Puja Pradana/YKAN

Dampak dari tradisi sasi inilah yang membuat ekosistem perairan di wilayah Sasi tetap terjaga secara berkelanjutan, sekaligus mendatangkan manfaat ekonomi bagi masyarakat Kampung Kapatcol. Hasil penjualan dari buka sasi digunakan untuk mendukung kegiatan keagamaan, sosial-kemasyarakatan, dan tabungan pendidikan bagi masyarakat.

Penguatan kelompok perempuan

Sejak 2011, kelompok Waifuna mendapat pendampingan dari YKAN, berupa manajemen organisasi, pemanfaatan hasil sasi, penguatan keterampilan, pengelolaan keuangan, pencatatan hasil, hingga dasar-dasar konservasi termasuk pemantauan populasi, ukuran, dan jenis biota yang bisa ditangkap.

Direktur Program Kelautan YKAN Muhammad Ilman mengatakan, bahwa YKAN mendukung kelompok Waifuna dalam memastikan ekosistem dan wilayah sasi yang dikelola sesuai dengan prinsip konservasi yang berkelanjutan. Menurutnya, konservasi di wilayah Bentang Laut Kepala Burung bisa lebih efektif bila didukung oleh sistem sosial budaya dan peran perempuan yang terwujud menjadi kebijakan lokal.

Generasi muda Kelompok Sasi Perempuan Waifuna, Yolanda Kacili (kiri) dan Yonance Hay (kanan), bersama hasil tangkapan mereka pada buka sasi di Kampung Kapatcol, Distrik Missol Barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, Senin, 25 Maret 2024.
Keterangan Foto Generasi muda Kelompok Sasi Perempuan Waifuna, Yolanda Kacili (kiri) dan Yonance Hay (kanan), bersama hasil tangkapan mereka pada buka sasi di Kampung Kapatcol, Distrik Missol Barat, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, Senin, 25 Maret 2024. © Adia Puja Pradana/YKAN

“Salah satu contohnya adalah sasi yang dikelola oleh kelompok perempuan Waifuna di Kampung Kapatcol yang mampu memperbaiki kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat. Bahkan, keberhasilan kelompok Waifuna dalam mengelola wilayah Sasi menginspirasi kelompok perempuan di kampung lainnya, yaitu kelompok Joom Jak Sasi dari Kampung Aduwei dan kelompok Zakan Day dari Kampung Salafen di Misool Utara yang juga didampingi oleh YKAN,” pungkas Ilman.

Tentang YKAN

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.