Saban tanggal 22 April setiap tahun, kita semua memperingati Hari Bumi. Dan tahun ini, tepat 55 tahun ajakan untuk terus merawat bumi itu bergaung. Mengusung tema energi our power our earth, highlight utama Hari Bumi tahun ini yaitu transisi energi dari energi berbasis fosil menuju energi terbarukan.
Baca juga: Meneliti Ketahanan Karang Raja Ampat di Tengah Krisis Iklim
Tema 2025 tentu saja tidak hanya pada isu energi bersih tetapi juga mengangkat isu-isu lain seperti pelibatan publik secara penuh, isu gender seperti keterlibatan perempuan dan mendorong kebijakan-kebijakan yang bermuara pada penyelamatan bumi sebagai rumah bagi semua.
Tema ini tentu saja sangat relevan dengan kebijakan di Indonesia yang kemudian memasukkan aspek ketahanan energi sebagai salah satu target pembangunan selama lima tahun kedepan dibawah pemerintahan baru. Salah satu kebijakan pemerintah yang baru adalah dengan membentuk Satgas Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional melalui Kepres nomor 1 tahun 2025.

Publik perlu dilibatkan lebih jauh untuk mendorong ketahan energi dilakukan dengan mengedepankan potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang memang punya potensi besar. Pemerintah sendiri menargetkan, bauran EBT sebesar 23 persen dari angka 14 persen ditahun 2024.
Laporan yang disusun IRENA merangkum potensi Indonesia Energy Transition Outlook menyebutkan potensi energi listrik terbarukan sebesar 3000 GW dari energi surya, kemudian 60,6 GW energi angin. Lalu ada juga 75 GW dari energi pembangkit tenaga air, 32,6 GW dari biomass serta potensi geothermal sebesar 28,5 GW.
Tema power yang dihubungkan dengan energi terbarukan jika ditarik lebih makro sebenarnya masuk dalam isu green development atau pembangunan hijau. Isu pembangunan hijau sendiri menjadi salah satu prioritas pemerintah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dimana fokus Kebijakan antara lain terkait transisi energi bersih, pengembangan ekosistem kendaraan listrik, pengelolaan lingkungan hidup dan keaneragaman hayati, serta kebijakan lain.
Menurut Global Green Growth Institue (GGGI), pembangunan hijau diartikan sebagai sebagai serangkaian pedoman, peraturan, dan praktik yang bertujuan untuk meminimalkan dampak lingkungan dan mendorong pembangunan berkelanjutan. Fokusnya adalah pada pengurangan polusi, konservasi sumber daya alam, dan mendorong penggunaan sumber energi terbarukan.
Tahun 2025 sebagai tahun awal dimana pemerintahan nasional dan daerah digawangi oleh pimpinan daerah hasil pemilu 2024 akan menjadi momen yang sejalan untuk menterjemahkan kebijakan pembangunan hijau dari tingkat nasional sampai ke tingkat kabupaten/kota. Dimana saat ini baik provinsi dan kabupaten sedang menyusun RPJMD sebagai panduan pembangunan lima tahun kedepan.
Salah satu permasalahan utama yang muncul adalah bagaimana membumikan kebijakan pembangunan hijau dalam rencana pembangunan lima tahun kedepan dalam bentuk kebijakan dan penganggaran yang terukur dan menyasar capaian dengan benar.
Sampai tahap ini sepertinya pemerintah pusat perlu memberikan arahan-arahan dimana kebijakan nasional yang berbasis ekonomi hijau menjadi program daerah yang secara ekonomi memberikan peningkatan, melibatkan masyarakat secara aktif serta tentunya menghindari dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Kembali pada konteks Hari Bumi 2025, salah satu tantangan utama mencapai target pembangunan hijau adalah belum tersedianya regulasi yang mumpuni dalam mendukung target pembangunan hijau. Tantangan lain adalah belum adanya insentif bagi kegiatan-kegiatan pembangunan hijau termasuk kegiatan pemanfaatan EBT.

Dari sisi finansial, tantangan yang dihadapi yaitu transisi energi memerlukan pendanaan awal yang besar. Sementara untuk menghidupkan visi dan misi pembangunan hijau, memerlukan investasi jangka panjang.
Sisi finansial menjadi aspek lain yang memerlukan kebijakan seperti membumikan konsep pembayaran jasa lingkungan hidup (payment for environmental services), pajak karbon, mempromosikan kebijakan offset dan disisi lain memberikan insentif bagi upaya pengembangan energi terbarukan yang dilakukan pihak profit.
Ada yang mengatakan seharusnya Hari Bumi bukan hanya diperingati di 22 April setiap tahunnya tetapi seharusnya dirayakan setiap hari, karena apapun yang kita lakukan saat ini akan berpengaruh pada kondisi Bumi sebagai planet dimana semua kehidupan bergantung.