Suku Akit

Perspektif

Rumah Suku Akit di Hutan Mangrove

Pulau Bengkalis memiliki hutan mangrove seluas 8.717 hektare. Seperlimanya terpusat di Sungai Kembung, pesisir timur Bengkalis, tepatnya di Desa Teluk Pambang (950,96 ha) dan Kembung Luar (951,33 ha). Kedua desa tersebut merupakan jantung mangrove di Pulau Bengkalis. Bagi sebagian masyarakat Pesisir Bengkalis dan sekitarnya, hutan mangrove di kedua desa itu menjadi sumberpenghidupan mereka, mulai dari hasil laut yang mendiami hutan mangrove, hingga kayu mangrove-nya itu sendiri. Kedua desa itu menyimpan bahan baku arang yang terbaik. Penebang bakau dari berbagai desa, bahkan dari luar pulau, datang ke hutan mangrove di kedua desa tersebut untuk mencari bakau. Salah satu komunitas yang dominan mencari bakau adalah Suku Akit, Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang mendiami kawasan pesisir di Riau.

Suku Akit memiliki dua sumber penghidupan utama yaitu mencari kayu bakau dan hasil laut, seperti ikan, siput, dan kerang. Komunitas Adat terpencil ini hidup di dalam hutan mangrove yang ada di sekitar pulau-pulau Provinsi Riau. Sebutan Akit berasal dari kata ‘rakit’, karena kebiasaan mereka yang tinggal dan mencari penghidupan di rumah rakit, sambil berpindah-pindah menyusuri sungai.

Baca juga: Kelompok Perempuan Kampung Teluk Semanting: Corak Para Perempuan dalam Inovasi Menjaga Alam

Keterangan Foto Sungai Kembung yang terletak di Pesisir Timur Pulau Bengkalis merupakan sumber penghidupan bagi sebagian besar masyarakat di sekelilingnya. Tak terkecuali Suku Akit yang mencari kayu bakau untuk dijual ke panglong arang. © A. Yoseph Wihartono/YKAN

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melaksanakan Program Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA) di sekitar Sungai Kembung, yaitu di Desa Teluk Pambang dan Desa Kembung Luar. Salah satu inisiatif program ini adalah mendukung pembuatan peraturan desa tentang perlindungan dan pengelolaan hutan mangrove. Melalui program ini diharapkan alam dilindungi dan masyarakat sekitar tetap bisa memperoleh sumber penghidupan dari alam.

Program MERA juga mendukung desa-desa tersebut untuk merumuskan peraturan desa terkait perlindungan mangrove dan mendapatkan hak pengelolaan melalui skema Perhutanan Sosial. Melalui skema ini masyarakat desa punya kesempatan lebih untuk terlibat dalam upaya pengelolaan hutan mangrove.

Suku Akit merupakan salah satu kelompok yang coba dijangkau melalui program ini. Dari sini ketergantungan hidup Suku Akit pada hutan mangrove bukan lagi menjadi ancaman.