Pada saat SIGAP dirancang di kampung Merabu, mendapatkan kapastian hak kelola atas hutan merupakan harapan warga desa agar dapat menjaga dan memanfaatkan hutan yang berada di dalam wilayah adminisntrasi desa. Setalah melalui proses pengajuan yang panjang, pada tahun 2015 Merabu menjadi kampung pertama di kabupaten Berau yang mendapatkan ijin hutan desa (8.425 ha) dari Menteri Kehutanan.
Baca juga: Mendukung Perekonomian Masyarakat Sekaligus Pelestarian Kawasan Pesisir
Sejalan dengan perluasan SIGAP untuk pemberdayaan desa, dukungan YKAN untuk perhutanan sosial juga semakin meluas. Sebagai anggota Pokja PPS (Kelompok Kerja Percepatan Perhutanan Sosial) di provinsi Kalimantan Timur, sejak 2020 YKAN mendukung pendanaan bagi mitra-mitra LSM melakukan fasilitasi pengajuan usulan perhutanan sosial.
Fasilitasi meliputi pembentukan lembaga pengelola, pemetaan partisipatif, penyusunan rencana kelola hutan, penyiapan dan pengajuan berkas usulan. Termasuk juga memfasilitasi komunikasi dan koordinasi antara desa-desa pengaju dengan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan), Dinas Kehutanan dan Kementerian Kehutanan. Mitra-mitra LSM ini bekerja di kabupaten dan bentang alam penting yang berbeda; Yayasan Biosfer Manusia (BIOMA) di Kutai Kartanegara, Kawal Borneo Community Foundation (KBCF) di Kutai Timur, Pekumpulan Selaras Alam (PSA) dan Perkumpulan Perisai di Berau.
Mitra-mitra LSM ini berkontribusi penting dalam perluasan perhutanan sosial di Kalimantan Timur yang bertambah dari 170.723 ha (63 unit) pada 2020 menjadi 325.880 ha (178 unit) pada 2024. Sebagian besar yakni 281.386 ha (83 unit), adalah hutan desa. Areal yang telah difasilitasi mengajukan perhutanan sosial jauh lebih luas tetapi tidak bisa diproses karena batasan luas hutan desa tidak melebihi 5.000 ha. Selain itu, banyak usulan skema kemitraan kehutanan antara kelompok tani hutan (KTH) dengan perusahaan penebangan kayu – dulu disebut HPH (hak pengusahaan hutan) dan kini PBPH (perizinan berusaha pengusahaan hutan – tidak diproses lanjut, karena kuatir membebani perusahaan.
Dukungan YKAN selaku anggota Pokja PPS di Kalimantan Utara untuk percepatan perluasan perhutanan sosial diwujudkan dengan dukungan pendanaan kepada mitra LSM Perkumpulan Hutan Lestari (PLHL), Pekumpulan Peduli Lingkungan (PERDU) untuk berkoordinasi dengan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Bulungan memfasilitasi pengajuan perhutanan sosial di lanskap Sungai Kayan.
Dukungan juga diberikan untuk proses pengakuan masyarakat hukum adat (MHA) oleh pemerintah kabupaten dan pengajuan penetapan hutan adat oleh Menteri Kehutanan. Tim ahli hukum Parakayu dan Universitas Gajah Mada memberikan masukan dan membantu Panitia Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) di kabupaten Bulungan menerima pengajuan dan melaksanakan verifikasi. Salah satu pengaju yakni komunitas Punan Batu Sajau berhasil mendapatkan pengakuan sebagai masyarakat hukum adat. Kelompok masyarakat ini menerima penghargaan Kalpataru sebagai kelmpok penyelamat lingkungan. Pada seremoni penyerahan Kalpataru dari Menteri Kehutanan acara peringatan Hari Lingkungan Hidup 5 Juni 2024 di Jakarta, perwakilan komunitas Punan Batu Sajau menyampaikan ajuan penetapan hutan adat.
Serupa di kabupaten Malinau, Yayasan Serasi Alam Shanti (SASHI) memfasiltasi beberapa komunitas mengajuan penetapan MHA, pelaksanaan verifikasi oleh Badan Pengelola Urusan Masyarakat Adat (BPUMA) dan penetapan surat keputusan bupati. Berkoordinasi dengan KPH Malinau tiga masyarakat hukum adat yang telah mendapatkan penetapan MHA selanjutnya mengajukan penetapan hutan adat kepada Menteri Kehutanan.

Dukungan pendanaan YKAN juga diberikan langsung kepada lembaga-lembaga pengelola perhutanan sosial di Berau, Kutai Timur dan Bulungan yang bisa mencegah atau menurunkan laju deforestasi. Dana kecil ini digunakan untuk mendukung lembaga pengelola perhutanan sosial melaksanakan rencana kegiatan pengelolaan hutan. Ini termasuk untuk perlindungan hutan (patroli, pos jaga, tanda peringatan) dan pemanfaatan lestari hasil hutan seperti pengembangan agroforestri (bibit pohon), hasil hutan non kayu (madu, gaharu, rotan), dan ekowisata. Ini diharapkan membantu mempersiapkan lembaga pengelola perhutanan sosial menghadapi tantangan mengelola hutan di masa depan dan menangkap peluang akses dukungan pendanaan dari pemerintah dan non-pemerintah.
Melihat berbagai kemajuan desa-desa SIGAP sejak awal hingga sekarang, diharapkan semakin banyak masyarakat yang bertempat tinggal sekitar hutan, semakin mendapatkan akses pengelolaan sumber daya hutan, sekaligus mendukung upaya perlindungan dan pelestariannya. Upaya ini tentu saja merupakan bagian dari kerja sama dan kemitraan yang kuat antar berbagai pemangku kepentingan.