Perhutanan Sosial di Kalimantan Timur (Kaltim) melibatkan masyarakat setempat dalam mengelola hutannya. Tujuannya demi meningkatkan kesejahteraan sambil menjaga kelestarian lingkungan. Pada Rencana Pembangunan Daerah 2024-2026, Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim menargetkan 20 ribu hektare akses legal perhutanan sosial dan peningkatan kelas usaha untuk 20 kelompok masyarakat per-tahunnya. Saat ini, luas perhutanan sosial di Kaltim mencapai hampir 297 ribu hektare dengan 197 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Salah satu potensi dari perhutanan sosial adalah pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, di antaranya rotan. Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melakukan kajian potensi rotan di Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Utara (Kaltara) pada tahun 2024. Studi tersebut menunjukkan terdapat 40 jenis rotan yang bisa dikembangkan.


Rotan adalah bahan yang minim limbah, di mana semua bagian tumbuhannya bisa dimanfaatkan, mulai dari umbut hingga batang. Suku Dayak adalah salah satu yang piawai dalam menganyam, dan membuat banyak produk turunan rotan. Selama ini, warga lokal yang mayoritas suku Dayak menjual rotan secara mentah dengan harga rendah. Kalaupun dijadikan anyaman, perajin membutuhkan waktu sekitar satu bulan dengan 15 tahapan untuk menghasilkan kerajinan seperti anjat (tas tradisional suku Dayak). Panjangnya proses ini, membuat harga anyaman rotan cenderung tinggi.
Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kaltim telah melihat potensi ini. Sehingga mereka memberika bantuan mesin pengolah rotan ke Kampung Teluk Sumbang, Kabupaten Berau. Mesin ini membantu mempersingkat proses menjadi hanya lima tahapan. Kampung ini pun kemudian memanfaatkan mesin dengan optimal. Mereka mulai memproduksi rotan setengah jadi seperti fitrit (tali rotan tipis) dan kulit rotan, rotan poles, dan rotan kering.
Untuk mengembangkan potensi rotan, YKAN bersama Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Berau Barat dan Yayasan Menapak Indonesia melakukan peningkatan kapasitas ke kampung penghasil dan perajin rotan di Berau. Tercatat ada perwakilan dari delapan kampung (Pandansari, Long Ayan, Punan Malinau, Long La’ai, Long Ayap, Punan Mahkam, Punan Segah, dan Teluk Sumbang) yang mengikuti pelatihan untuk memperkuat kelompok usaha dan mengajarkan teknik anyaman rotan pada pertengahan November 2024. Warga dari kampung-kampung tersebut mayoritas bersuku Dayak. Delapan kampung ini diharapkan menjadi kampung model penggerak optimalisasi rotan.

Pemanfaatan rotan di Kabupaten Berau, semakin menggeliat. Setelah hadirnya mesin pemecah fitrit (bagian inti rotan), kini pengepul rotan di Kampung Teluk Sumbang, Kecamatan Biduk-Biduk bersemangat untuk memproduksinya. Sebelumnya warga hanya menjual rotan mentah. Adanya mesin membantu memberikan nilai tambah dengan kemampuan produksi fitrit dan kulit rotan dari rotan mentah. Fitrit biasanya dianyam menjadi keranjang buah, yang dihargai hingga Rp 35 ribu.