Indonesia menghasilkan 45% ikan kakap kerapu dunia, tetapi rentan ditangkap berlebih
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) melalui Crew-Operated Data Recording System (CODRS) dukung Kementerian Kelauatan dan Perikanan (KKP) susun strategi berbasis data di lima wilayah perikanan untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan.
Perikanan demersal yang menargetkan kakap (Lutjanidae) dan kerapu (Epinephelidae) di Indonesia menghasilkan hampir 119.000 metrik ton dari 100 spesies ikan yang didaratkan pada lebih dari 11.500 kapal penangkap ikan di tahun 2020. Indonesia merupakan penghasil ikan kakap terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 45% dari total volume perdagangan ikan kakap di dunia. Ekspor perikanan kakap pada tahun 2022 mencapai 1.409.003 ton atau setara dengan 251 miliar rupiah.
Nilai ekspor pada tahun 2023 meningkat sebesar 63% dari tahun 2020 (154 miliar rupiah). 81% dari total tangkapan didominasi oleh famili kakap dan kerapu. Permintaan pasar yang stabil, baik di dalam maupun luar negeri menjadikan kedua jenis ikan ini sebagai target utama dalam perikanan di Indonesia.

Namun, tekanan terhadap populasi kakap dan kerapu yang semakin meningkat, terutama akibat praktik penangkapan yang tidak terkendali. Oleh karena itu, diperlukan strategi penangkapan yang tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga berkelanjutan secara ekologis.
Ikan kakap dan kerapu hidup dengan berasosiasi dengan terumbu karang, dasar perairan berbatu, dan perairan pantai dengan struktur yang kompleks. Kedua jenis ikan ini bersifat demersal, artinya hidup di dasar laut, dan sering kali memiliki pertumbuhan yang lambat serta tingkat reproduksi yang terbatas. Karakteristik ini membuat mereka rentan terhadap penangkapan berlebih (overfishing), terutama jika tidak disertai dengan pengelolaan yang tepat.
Untuk menjaga keberlanjutan perikanan kakap dan kerapu, strategi pemanfaatan perlu mengacu pada beberapa prinsip seperti pengelolaan input (pengaturan upaya penangkapan (Total Allowable Effort/ TAE), selektivitas alat tangkap, musim dan ukuran layak tangkap (size limit) tertentu, dan zona larang tangkap (No-take zone), pengelolaan output seperti pengaturan kuota penangkapan (total allowable catch/TAC); atau batasan produksi, zona larang tangkap (No-take zone) dan pelibatan masyarakat, dan nelayan dalam perencanaan dan pengawasan pengelolaan perikanan.
YKAN merupakan salah satu NGO pertama yang diakui oleh Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai penyedia layanan ilmiah yang memenuhi kriteria untuk melakukan penilaian stok ikan di Indonesia, dengan nomor SK: 8/KOMNASKAJISKAN/PI.140/XII/2024. CODRS merupakan inovasi pendataan perikanan yang dikembangkan oleh YKAN dan telah digunakan oleh KKP dalam menyusun strategi penangkapan ikan kakap kerapu di Indonesia.
Saat ini YKAN telah berkontribusi secara aktif bersama dengan KKP dalam menyusun strategi penangkapan kakap kerapu di WPP 573, 711, 713, 715, dan 718. Keberlanjutan perikanan kakap dan kerapu sangat bergantung pada kemampuan kita untuk menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi dan keberlanjutan sumber daya ikan. Melalui strategi penangkapan yang tepat, berbasis data, dan melibatkan masyarakat, kita dapat memastikan bahwa generasi mendatang masih dapat menikmati hasil laut yang sama seperti yang kita miliki saat ini.
Download
CODRS dikembangkan untuk mengumpulkan data spesifik spesies, memungkinkan penilaian stok untuk 16 spesies kakap dan kerapu teratas.
Unduh