Pendekatan Inklusif Gender dalam Restorasi Mangrove: Membangun Keseimbangan Ekosistem dan Kesejahteraan Komunitas
Sebagai negara dengan kawasan mangrove terluas di dunia, Indonesia memiliki kawasan mangrove sekitar 3,9 juta hektare, atau 23% dari luas mangrove di dunia. Salah satu kabupaten dengan kawasan mangrove terluas di Indonesia adalah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, yang memiliki luas ekosistem mangrove terbesar di provinsi ini, yaitu 86.043 hektare.
Baca juga: Teknologi Terbarukan Dalam Pengelolaan Hutan Lestari
Namun, ekosistem mangrove di Kabupaten Berauu terus menghadapi tekanan akibat pembukaan tambak, pembalakan ilegal, pariwisata tidak berkelanjutan, pembangunan infrastruktur, dan sebagainya. Pada tahun 2019, sebanyak 11.237 hektare atau 13% kawasan mangrove di Berau telah dikonversi menjadi tambak udang dan bandeng. Jika praktik akuakultur yang tidak berkelanjutan ini terus berlangsung, bukan hanya lingungan yang terancam, tetapi juga kehidupan masyarakat pesisir yang rentan. Termasuk kelompok perempuan dan komunitas marjinal lainnya.
Restorasi Mangrove dan Peran Pendekatan GESI
Selain berdampak pada lingkungan, kerusakan ekosistem mangrove juga memiliki dampak bagi masyarakat pesisir, termasuk perempuan dan kelompok rentan lainnya. Sebagai pengolah hasil tangkapan atau budi daya, perempuan sangat bergantung pada ekosistem pesisir. Maka, dengan hancurnya kawasan mangrove, akses mereka terhadap sumber daya jadi berkurang. Hal ini berdampak pada ekonomi rumah tangga mereka.


Proyek SECURE (Shrimp-Carbon Aquaculture) yang dikembangkan oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara dengan dukungan Darwin Initiative, berupaya mengintegrasikan prinsip Gender Equality and Social Inclusion (GESI) dalam upaya restorasi mangrove.
Secara garis besar, SECURE adalah pendekatan untuk meningkatkan ketahanan pesisir dengan mengembalikan 50-80% lahan tambak menjadi mangrove alami. Sisa area dapat digunakan untuk kegiatan budi daya dengan praktik pengelolaan yang lebih baik serta ramah lingkungan, demi meningkatkan produksi.
Dalam proyek ini, kelompok perempuan di Kabupaten Berau dilibatkan untuk memanfaatkan hasil derivatif dari tambak udang atau ikan bandeng. Mereka dilatih untuk mengolah hasil tambak menjadi produk bernilai tambah, seperti abon dan kerupuk. Pelatihan ini tidak hanya membekali perempuan dengan keterampilan teknis, tetapi juga membantu mereka memahami strategi pemasaran, pengemasan produk, dan pengurusan izin usaha.

Hasilnya, kelompok perempuan tidak hanya mendapatkan penghasilan tambahan, tetapi juga peran yang lebih besar dalam ekonomi keluarga.
Selain kelompok perempuan, aspek GESI dalam proyek SECURE juga melibatkan bahwa kelompok rentan lainnya, seperti petambak miskin, terlibat dalam proses restorasi mangrove. Dengan mengalokasikan hingga 80% area tambak sebagai kawasan restorasi mangrove, proyek ini menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan produktivitas tambak yang lebih tinggi. Dalam beberapa kasus, tambak yang dirancang ulang menggunakan metode SECURE, menghasilkan hasil lebih baik dibandingkan tambak tradisional.
Proyek restorasi mangrove ini membangun kesadaran akan pentingnya keanekaragaman hayati yang berkesinambungan dengan meningkatnya aspek ekonomi masyarakat. Mangrove yang sehat, selain dapat memberikan perlindungan dari berbagai potensi bencana, juga dapat menjaga kualitas air dan menyediakan habitat bagi berbagai organisme yang mendukung keberhasilan tambak.



Pendekatan berbasis prinsip GESI memastikan bahwa manfaat ini dapat dirasakan secara merata oleh semua kelompok masyarakat, termasuk mereka yang sering kali terpinggirkan. Proyek SECURE adalah bukti bahwa konservasi lingkungan dan kesetaraan sosial dapat berjalan beriringan. Dengan melibatkan perempuan dan komunitas rentan dalam upaya restorasi mangrove, proyek ini menciptakan model keberlanjutan yang tidak hanya melindungi alam, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat.