Iis

Perspektif

Tempuh Ribuan Kilometer, Lewati Rintang, untuk Masa Depan

Penggemar musisi Iwan Fals, mungkin tak asing lagi saat membaca judul di atas. Lagu ‘Ibu’ yang dirilis pada tahun 1988 ini menceritakan bagaimana perjuangan seorang ibu untuk bertahan hidup dan berjuang demi anak-anaknya, sekaligus menginspirasi sekitarnya. Nyatanya, lagu tersebut sangat relevan pada perjuangan Iis Marwati, perempuan tangguh kelahiran tahun 1985, asal Desa Mawu, Bima, Nusa Tenggara Barat.

Iis, demikian ia biasa disapa. Dari Bima, ia pindah ke Bumi Borneo, tepatnya di Kampung Labanan Jaya, Kecamatan Teluk Bayur, Berau, Kalimantan Timur. Dengan dedikasi tinggi, ia terus bertransformasi untuk memberdayakan masyarakat kampung dan mendukung alam Berau yang lestari.

Keterangan Foto Iis Marwati, Pejuang Sigap Sejahtera Berau. Dari fasilitator hingga menjadi sekretaris kampung, ia dikenal sebagai sosok yang memiliki daya juang tinggi. © YKAN

Transformasi

Ia menjadi Pejuang SIGAP Sejahtera (PSS) Kabupaten Berau sejak 2019. PSS adalah sebuah program pendampingan dari Pemerintah Kabupaten Berau, bekerja sama dengan para pihak yang tergabung dalam sebuah konsorsium bersama. Yakni Pemerintah Kabupaten Berau yang diwakili Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung Berau, Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Yayasan Darma Bhakti Berau Coal, dan Unversitas Gajah Mada selaku pengelola program.

SIGAP atau Aksi Inspiratif Warga untuk Perubahan merupakan pendekatan berbasis komunitas dalam upaya melindungi dan menyelamatkan hutan, dengan menekankan pendekatan berbasis potensi yang dimiliki desa.

Menjadi fasilitator yang mendampingi masyarakat desa, tentu tugas Iis tidak semudah yang dibayangkan. Awal penugasan, ia ditempatkan di Kampung Muara Lesan, Kecamatan Kelay, Berau, yang berjarak sekitar 14 kilometer dari Jalan Trans Kalimantan. Meski sempat tidak diterima warga setempat, dengan semangat, totalitas, dan kemampuannya beradaptasi, upayanya membuahkan hasil. Ia pun akhirnya mendapat dukungan penuh dari pemerintah Kampung Muara Lesan dalam melakukan tugas-tugas pendampingan di tingkat tapak.

Sebagai PSS, Iis memfasilitasi tata kelola pemerintahan daerah, seperti membantu penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kampung (RPJMK) & Rencana Kerja Pemerintah (RKP), memfasilitasi penyusunan profil desa dan kelurahan, memfasilitasi laporan keuangan pemerintah kampung, dan memfasilitasi penyusunan Indeks Desa Membangun (IDM).

Selain itu, juga memberi pendampingan dalam tata kelola sumber daya alam dengan memfasilitasi Rencana Tata Guna Lahan (RTGL), pembuatan RTGL di kampung Muara Lesan, dan membantu mengorganisasi masyarakat untuk terlibat dalam pembuatan RTGL, mengorganisasi petani kakao dalam meningkatkan kapasitas petani kakao, serta melakukan pendataan potensi kampong.

Iis juga turut serta membantu revitalisasi badan usaha milik kampung (BUMKam) Muara Lesan, yang saat itu kondisinya vakum dan mau dibubarkan. Iis sukses membantu pemerintah kampung merevitalisasi BUMKam dan membantu BUMKam menjalankan unit usahanya, yaitu air galon yang bersumber dari mata air Muara Lesan.

Keterangan Foto Iis Marwati, Pejuang Sigap Sejahtera, saat melakukan kegiatan fasilitasi pembentukan BUMKam di Muara Lesan pada tahun 2019. © YKAN

Mengabdikan diri selama hampir dua tahun, ia selanjutnya dipindahkan ke Kampung Labanan Jaya untuk menjadi fasilitator. Pemindahan penugasan ini pun memberi kegembiraan terendiri karena artinya ia dapat kembali berkumpul dengan suami dan anak-anaknya. Tidak lama, ia kemudian ditunjuk untuk mengikuti SOTK, sebuah tes khusus bagi para calon aparatur kampung, di Kabupaten Berau, dan terpilih sebagai sekretaris kampung di Kampung Mapulu, Kecamatan Kelay.

Tugas baru dengan tantangan baru, namun semangatnya tak pernah surut. Perempuan yang mengawali perjalanan sebagai seorang tenaga pendidik ini tetap mendedikasikan diri untuk membangun kampung. Kala itu Kampung Mapulu sedang dalam proses membangun dari nol dan sesuai dengan kebijakan Pemerintah Kabupaten Berau, berpindah dari wilayah Kampung Merabu menuju kampung baru di bagian hilir Kampung Panaan, Kecamatan Kelay.

“Terima kasih saya sampaikan kepada Program SIGAP, yang mengajarkan saya banyak hal, sehingga tidak sedikit pun saya ragu untuk terlibat langsung dalam pemerintahan desa. Sampai kapan pun saya akan berusaha selalu sigap, untuk menerapkan ilmu SIGAP,” ungkap Iis. Ia menambahkan, “Saya adalah bagian kecil dari semangat para pihak itu sendiri, yang berusaha mengkader saya, serta menyemangati dan memberdayakan masyarakat desa untuk menjadi berdaya”.

Ia percaya, jika desa (kampung) menyadari setiap langkah pemberdayaan yang dilakukan oleh para pihak yang peduli dan terlibat dalam proses pemberdayaan tersebut, masyarakat (desa) itu akan berdaya.

Keterangan Foto Bersama para Pejuang SIGAP Sejahtera saat mengikuti pelatihan SIGAP di Labanan, Kecamatan Teluk Bayur, Berau, Kalimantan Timur pada 2020. © YKAN

Dedikasi sang pejuang

Tidak sedikit orang yang mengangkat topi dan bersikap salut terhadap Tante Iis, demikian ia biasa disapa oleh orang-orang sekitarnya. Dukungan total dari sang suami, Julkaidah, yang juga seorang anggota PSS Berau, menjadi salah satu penopang semangat. Ketangguhan ibu dari empat anak ini terlihat sejak pertama kali ditempatkan di Kampung Muara Lesan.

Keterangan Foto Saat mengandung anak ketiga, mengikuti pelatihan SIGAP pertama di Tanjung Batu, Berau, Kalimantan Timur, pada 2019. © YKAN

Kala itu, Iis tengah mengandung anak ketiga. Ia menempuh perjalanan sekitar 170 kilometer dari rumahnya di Kampung Labanan menuju Kampung Lesan, dengan sepeda motor. Dua anaknya turut serta di boncengan, dengan kedua badan mereka dililitkan kain di badan Iis. Bukan hanya jarak yang jauh, kondisi jalanan pun cukup menantang. Pada saat itu, sebagian jalannya masih tanah liat. Saat hujan akan sangat licin dan saat musim panas akan berdebu. Waktu tempuhnya sekitar 2-3 jam dan hal ini dilakoninya minimal sekali setiap dua minggu. Di lokasi penugasan, Pejuang SIGAP akan menghabiskan waktu sekitar 2-3 minggu, yang diakhiri dengan proses koordinasi dan evaluasi, sekaligus pelaporan kegiatan di tingkat tapak.

Dalam situasi tertentu, perjalanan pulang pergi dari rumah ke Kampung Muara Lesan ditemani sang suami—anggota PSS yang bertugas di Kampung Merapun dan berjarak sekitar 2-3 jam dari Labanan Jaya. Kala ada suami, kedua anaknya dibonceng sang ayah dan Iis mengendarai sepeda motornya sendiri.

Usai melahirkan anak ketiga, Iis hanya mengambil cuti satu bulan dan langsung kembali ke Muara Lesan. Kali ini, ia bawa serta ketiga buah hati di atas kuda besi. Sang bayi digendong di bagian dada, kedua anak lainnya dibonceng dan diikat di belakangnya. Ini dilakoninya jika suami tak bisa mengantar atau menjemput Iis dan anak-anak.

Salah satu kisahnya yang membuat orang kerap terkesiap adalah kala melahirkan anaknya yang keempat. Diperkirakan masih berjarak satu bulan dari masa kelahiran, Iis berada di Muara Lesan, lokasi tugasnya, dan tengah menyelesaikan pekerjaan sebelum mengambil cuti melahirkan. Tak disangka, saat subuh ia mengalami kontraksi hebat. Bidan hanya ada di kampung tetangga (Merapun) dan saat itu debit air sungai sedang tinggi. Tidak mungkin menuju Merapun. Sang buah hati lahir, suaminya pun memberanikan diri memotong tali plasenta dan membersihkan sang bayi.

Ya, kala mengandung anak keempat, Iis tetap setia melakoni tugasnya. Anak ketiga digendong di depan, dua anak lainnya duduk di boncengan. Suatu hari, dalam perjalanan menuju Muara Lesan, hujan turun. Mereka tergelincir dari motor dan terjatuh di pintu masuk Kampung Merasa, tetangga kampung Muara Lesan.

Tanpa disadari, ia menitikkan air mata. Anak keduanya pun berkata, “Bunda jangan menangis, kami enggak apa kok”,” ucapnya. Ungkapan anak nya tersebut menjadi pecutan semangat Iis. Ibarat rapal doa, ujaran semangat ini juga terus menghidupinya. Ribuan kilometer ditempuh untuk keluarga, alam yang lestari, dan masyarakat yang berdaya.