Siaran Pers

BRIN Kerja Sama Riset Satwa Langka dengan YKAN

Kerja sama BRIN dan YKAN
Keterangan Foto Foto bersama penandatangan kerja sama BRIN dan YKAN. © Della Yulia/YKAN

Kontak Media

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengawali kerja sama untuk penelitian satwa langka dan terancam dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) pada tahun ini. “Melalui kerja sama ini, diharapkan dapat terungkap fakta-fakta ilmiah, temuan ilmu pengetahuan, dan rekomendasi dari aspek ekologi hutan tropis dan satwa liar untuk mendukung pengelolaan di Bentang Alam Wehea-Kelay dan ekosistem bernilai penting lainnya di Kalimantan,  termasuk menghasilkan produk ilmu pengetahuan dan penerapannya,”  ujar Kepala Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN Delicia Yunita Rahman dalam sambutannya di acara  Penandatanganan bersama Perjanjian Kerja Sama antara Pusat Riset Zoologi Terapan dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara di Cibinong, Bogor, Senin, 14 Juli 2025.

Keterangan Foto Pemasangan alat bioakuistik di PT WBPU. © YKAN

“Kami memiliki kesamaan strategi dengan YKAN,” ujar Delicia. Khususnya, Ia melanjutkan,  dalam memberikan kontribusi terhadap konservasi alam dan pembangunan yang berkelanjutan melalui sains. Lokus kerja sama ini adalah Kalimantan Timur dan ekosistem penting lain di Kalimantan, yang memiliki peran penting dalam ekosistem hutan tropis Indonesia. Provinsi Kalimantan Timur sendiri memiliki hutan seluas 13 juta hektare dan menjadi rumah bagi setidaknya 1.500 jenis flora-fauna, dimana sebagian di antaranya adalah jenis endemik (Atmoko et al., 2018; Dishut Kaltim, 2021). Hutan juga menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat, muasal pengetahuan dan penjaga keseimbangan lingkungan.

Sebagai salah satu rumah bagi satwa endemik penting, model-model pengelolaan habitat yang mampu menjaga dan menyediakan sumber daya kehidupan bagi berbagai fauna ini adalah kunci mempertahankan populasi. Salah satunya orang utan. Di Kalimantan Timur, Bentang Alam Wehea-Kelay menjadi salah satu habitat orang utan liar. Pada 2020, tercatat pada kawasan seluas 532 ribu hektare hidup sekitar 1.282 individu orang utan.  Selain orang utan, di bentang alam tersebut juga terdapat setidaknya 77 jenis mamalia (50 persen adalah Ordo Primata, Carnivora, dan Artiodactyla), 271 jenis burung, dan 117 jenis herpetofauna (Atmoko et al., 2018).

Saat ini terdapat 23 pihak yang berkontribusi di dalam pengelolaan kolaboratif Bentang Alam Wehea-Kelay. Mereka adalah pemerintah, dunia usaha, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi dan lembaga penelitian, termasuk YKAN. Adapun pihak swasta yang terlibat, mayoritasnya adalah konsesi Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan-Hutan Alam (PBPH-HA) yang telah memiliki sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, di mana sebagian di antaranya telah memiliki sertifikat  Forest Stewardship Council (FSC). Selain itu terdapat kawasan Hutan Lindung Wehea yang dikelola oleh Masyarakat Adat Wehea.

Keterangan Foto Penjelasan BRIN tentang pemasangan alat bioakuistik dan kamera jebak di PT WBPU. © YKAN
Keterangan Foto Praktik Lapangan dari Pelatihan Pengenalan Jenis Biodiversitas di PBPH-Hutan Alam. © YKAN

Model pengelolaan di Bentang Alam Wehea-Kelay, berpotensi untuk dikembangkan pada tempat-tempat serupa lain di Kalimantan.  Lokasi tersebut di antaranya adalah lanskap Menyapa-Lesan dan Lanskap Kutai. Kolaborasi dengan BRIN bertujuan untuk meneliti  bioekologi dan kualitas habitat orangutan, owa kalimantan, mamalia, avifauna dan satwa liar lainnya, khususnya satwa yang langka dan terancam; mendiseminasi hasil penelitian; membangun desain dan rekomendasi pengelolaan ekosistem bernilai penting di masing-masing bentang alam.  Salah satu penelitian yang akan dikembangkan adalah penelitian kualitas habitat satwa liar dan pengembangan Indeks Kualitas Habitat (IKH) menggunakan teknologi bioakustik dan e-DNA di Bentang Alam Wehea-Kelay

“YKAN sangat terbuka dengan riset dan pengembangannya, termasuk penggunaan teknologi terkini untuk konservasi alam yang efektif, seperti penggunaan kamera jebak dan bioakustik,” ujar Direktur Eksekutif YKAN Herlina Hartanto dalam kesempatan yang sama.  Herlina mengatakan bahwa kolaborasi ini juga inovatif karena akan mengujicobakan  environmental-DNA (e-DNA) untuk mengukur kualitas lingkungan sebuah hutan hujan tropis. Tidak kalah penting, kerja ini diharapkan saling menguatkan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, hingga peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Keterangan Foto Penandatangan Perjanjian Kerja Sama antara Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Delicia Yunita Rahman dan Direktur Eksekutif YKAN Herlina Hartanto. © Della Paramita/YKAN

Kerja sama dengan BRIN ini selaras dengan semangat YKAN dalam konservasi. “Program-program YKAN dikembangkan dan diimplementasikan dengan menggunakan hasil-hasil riset ilmiah dan menghormati nilai dan budaya lokal,” kata Herlina menambahkan. Ia menceritakan bahwa Hutan Lindung Wehea menjadi laboratorium riset alam sejak 2007 hingga saat ini. Hutan Wehea ditetapkan sebagai hutan lindung dan pengelolaannya menggunakan hukum adat masyarakat Dayak Wehea berdasarkan hasil riset, temuan orang utan dan  budaya adat setempat. Kolaborasi dengan BRIN akan berjalan selama lima tahun hingga 2030. “Menguatkan riset konservasi diharapkan menjadi pijakan untuk menjaga hutan Kalimantan dan keanekaragaman hayati di dalamnya,” ujar Herlina.

Tentang YKAN

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.