Siaran Pers

Dari Rotan untuk Penghidupan dan Pelestarian Hutan

Rotan Berau Kalimantan Timur

Kontak Media

Berau - Kalimantan Timur merupakan provinsi penghasil rotan nomor dua di Indonesia setelah Kalimantan Tengah. Namun sebagai salah satu produsen terbesar, rotan belum menjadi  komoditas unggulan daerah terkait dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Mayoritas rotan yang dikirim ke luar Pulau Kalimantan saat ini adalah rotan mentah yang dihargai rendah karena tidak memiliki nilai tambah.

Ironisnya, industri rotan terbesar justru berada di Kabupaten Gresik, Lombok, dan Cirebon, padahal wilayah tersebut bukan penghasil rotan.  ”Saya takjub, merinding, dan berkaca-kaca, halus sekali buatan mereka ini, standarnya sudah internasional,” ujar Asisten 1 Sekretaris Daerah Kabupaten Berau Muhammad Hendratno ketika memberikan sambutan Peluncuran Ekowisata Kampung Rotan di Kampung Long Beliu, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur pada Kamis 16 Januari 2025.

Muhammad Hendratno mengatakan peluncuran ekowisata Kampung Rotan ini bisa menjadi langkah awal dalam membangkitkan industri rotan berbasis masyarakat, sekaligus memberi pesan yang kuat untuk menjaga lingkungan (hutan) lestari. ”Ini terobosan, bahan baku kerajinan melimpah dan mudah di dapat sekitar kampung,” kata dia.

Keterangan Foto Pameran hasil anyaman rotan Kampung Long Beliu, Berau, Kalimantan Timur © YKAN

Potensi rotan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara cukup besar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama mitra selama kurun waktu Agustus sampai Oktober 2024 ditemukan bahwa daerah ini memiliki 40 jenis rotan.  Dari temuan tersebut, yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan komersial adalah jenis Rotan Manau, Rotan Sabut, dan Rotan Sega.

Kampung Long Beliu sendiri menyambut dengan antusias kebangkitan rotan yang diinisasi pemda.  Kampung ini memiliki rotan yang mudah ditemukan tidak hanya di sekitar hutan kampung seluas 4.633 m2 (SK KLHK 6259 TAHUN 2024), tetapi juga di sepanjang  kawasan Sungai Gie, Sungai Kelay, dan Sungai Peteng yang mengelilingi kampung.

Awalnya rotan hanya diolah secara tradisional menjadi salah satu material bangunan, bahan kerajinan tertentu, hingga sumber pangan (umbut). Namun, semuanya berubah di penghujung tahun 2024. Sebagai salah satu penerima insentif karbon berbasis kinerja dari Bank Dunia, Kampung Long Beliu beranjak untuk fokus ke pengelolaan dan pengembangan produk turunan rotan.

Saat ini Long Beliu mulai fokus ke pengelolaan dan pengembangan produk turunan rotan. Insentif dari skema Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF) menggugah masyarakat untuk memaksimalkan potensi lokal mereka yang langsung berdampak pada dua hal, yaitu terjaganya hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Keterangan Foto Pemerintah kampung menargetkan pada tahun 2025 ini telah tersedia rumah produksi rotan di Kampung Long Beliu © YKAN

Ekowisata Berbasis Rotan

Pemerintah Kampung Long Beliu, bekerja sama dengan YKAN dan Yayasan Pilar Indonesia, serta didukung oleh pemerintah daerah melalui KPHP Berau Barat mengembangkan Ekowisata Berbasis Rotan.

Melalui Ekowisata Kampung Rotan, para wisatawan akan disajikan paket wisata mulai dari susur susur sungai menggunakan ketinting, melihat rumah produksi anyaman rotan dan praktik menganyam langsung bersama pengrajin, jelajah hutan (forest tracking), susur kampung, dan wisata kuliner khas suku Dayak Gai dan Kenyah.  ”Kampung kami siap menyambut para pelancong dengan kekayaan alam dan budaya kami yang luar biasa,” ujar Kepala Kampung Long Beliu, John Patrik Ajang pada kesempatan yang sama.

Pemerintah kampung menargetkan pada tahun 2025 ini telah tersedia rumah produksi rotan di kampung mereka. Rumah produksi dibangun untuk memastikan ketersediaan bahan baku para perajin anyaman rotan serta pembangunan galeri kampung untuk promosi dan pemasaran berbagai macam produk rotan.  “Menganyam rotan ini adalah warisan budaya dan warisan leluhur, sudah melekat dengan kultur kami” ujar John

Rencananya, unit usaha pengelolaan rotan di kampung Long Beliu akan dikelola oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) HHBK dan Jasa Lingkungan melalui pengawasan  Lembaga Pengelola Hutan Desa.

Keterangan Foto Peluncuran Ekowisata Kampung Rotan di Kampung Long Beliu, Kecamatan Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur © YKAN

Rotan Penyelamat Hutan

Manajer Senior Program Terestrial YKAN Niel Makinuddin mengatakan rotan adalah alternatif penghidupan yang potensial. Terlebih, jika dikelola secara profesonal dan berkelanjutan. “Dari umbut hingga batang, semua bisa dimanfaatkan,” ujar Niel dalam kesempatan terpisah.

Niel juga menjelaskan bahwa keberlanjutan rotan dapat menyelamatkan hutan. Sebab rotan bisa tumbuh dan memiliki kualitas baik jika ada tegakan pohon sebagai tempat merambat. Dengan demikian, masyarakat secara tidak langsung akan semakin bertanggung jawab menjaga tegakan pepohonan di hutan tempat merambatnya rotan yang mereka budayakan tersebut.

Secara historis, masyarakat Kalimantan memiliki ikatan kultural yang sangat kuat dengan rotan. Khususnya Suku Dayak dan Suku Kutai yang perkakas hariannya mayoritas terbuat dari rotan.

YKAN melalui strategi Konservasi Hutan oleh Masyarakat mendorong pengembangan industri rotan ini dengan peningkatan kapasitas dan fasilitasi para pemangku kepentingan terkait. “Kami meyakini bahwa meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar hutan dengan cara berkelanjutan, bisa menjaga hutan secara berkepanjangan,” ujar Niel.

Tentang YKAN

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.