Pemerintah Indonesia dan Mitra Pembangunan Dorong Pendanaan Biru untuk Konservasi Laut di Indonesia
Kontak Media
-
Nugroho Arif Prabowo
Yayasan Konservasi Alam Nusantara
Email: nprabowo@ykan.or.id
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) menggelar Indonesia Blue Finance Development Partners Roundtable Discussion, pada Selasa, 15 Oktober 2025 di Jakarta. Pertemuan ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat koordinasi dan menyatukan arah pembiayaan biru dalam mendukung target Indonesia untuk melindungi 30 persen wilayah lautnya pada tahun 2045 atau dikenal sebagai visi Marine Protected Area (MPA) 30x45.
Upaya pendanaan biru saat ini masih menghadapi tantangan dalam penyelarasan skala dan prioritas antarlembaga, donor, serta sektor swasta. Karena itu, forum ini dirancang untuk memperkuat sinergi, memetakan potensi kolaborasi, dan merumuskan kerangka koordinasi pembiayaan biru Indonesia secara komprehensif.
Forum ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai lembaga nasional dan internasional, termasuk KKP, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Asian Development Bank, Kedutaan Besar Inggris, Kedutaan Besar Selandia Baru, Kedutaan Besar Kanada, GIZ, Global Fund for Coral Reefs (GFCR), serta sejumlah mitra pembangunan seperti YKAN, WWF, KI, dan RARE.
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan ekosistem laut terkaya di dunia, dengan terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove yang menopang kehidupan pesisir, perikanan, serta ketahanan iklim. Pemerintah Indonesia menempatkan kelautan sebagai bagian penting dari strategi pembangunan berkelanjutan dan ekonomi biru.
Melalui visi MPA 30x45, Indonesia menegaskan kepemimpinannya dalam tata kelola laut global sekaligus kontribusinya terhadap Sustainable Development Goals (SDG) 14 “Life Below Water” dan Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework.
Direktur Konservasi Ekosistem KKP, Firdaus Agung, menegaskan pentingnya pembiayaan berkelanjutan untuk mencapai target konservasi laut nasional. “Keanekaragaman hayati laut Indonesia adalah aset dunia. Untuk menjaganya, kita membutuhkan sistem pembiayaan yang terintegrasi, yang menghubungkan dana publik, hibah donor, pembiayaan konsesional, dan investasi swasta dalam satu kerangka hasil yang nyata bagi alam dan masyarakat pesisir,” terangnya.
Dari sisi pendanaan nasional, Joko Tri Haryanto, Direktur Utama BPDLH, menekankan peran penting lembaga keuangan publik dalam menjembatani kebutuhan konservasi dengan sumber pembiayaan berkelanjutan. “BPDLH berkomitmen untuk menjadi katalis dalam pembiayaan biru Indonesia. Melalui pengelolaan dana lingkungan yang transparan dan akuntabel, kami ingin memastikan bahwa pembiayaan tidak hanya berfokus pada konservasi alam, tetapi juga memberdayakan masyarakat pesisir sebagai pelaku utama ekonomi biru,” tuturnya.
Sinergi untuk Pendanaan Biru di Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menggagas berbagai inovasi pembiayaan biru, seperti penerbitan coral bond untuk rehabilitasi terumbu karang, pengembangan impact bond berbasis kinerja konservasi, hingga skema parametric reef insurance yang memberikan dukungan cepat untuk pemulihan ekosistem pascabencana alam.
“Indonesia memerlukan arsitektur pembiayaan biru yang tidak hanya inovatif tetapi juga inklusif. Melalui dialog ini, kita ingin memastikan bahwa mekanisme seperti coral bond, impact bond, Biru Fund, dan skema asuransi ekosistem berjalan searah dengan visi pemerintah, untuk memberikan manfaat langsung bagi kawasan konservasi dan masyarakat pesisir,” kata Ahmad Baihaki, Impact Investment Lead YKAN.
Saat ini YKAN dengan dukungan GFCR tengah mengembangkan inisiatif Biru Fund untuk menyalurkan pembiayaan campuran (blended finance) kepada usaha kecil menengah dan kelompok masyarakat pesisir di sektor ekonomi biru, menghubungkan tujuan konservasi dengan peningkatan kesejahteraan lokal.
Biru Fund terbentuk dari hasil kajian awal yang mengungkap masih terbatasnya dukungan bagi usaha rintisan berbasis masyarakat yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Selain memberikan pendanaan, program ini juga dilengkapi dengan pendampingan bagi para penerima dana agar usaha mereka dapat berkembang secara berkelanjutan dan memberikan manfaat yang lebih luas.
Sementara itu, Hee Sung Kim, Program Coordinator GFCR, menyoroti berbagai bentuk dukungan yang diberikan para mitra internasional terhadap agenda konservasi laut Indonesia.
“Indonesia memiliki posisi strategis di jantung Segitiga Terumbu Karang. Mendukung pembiayaan biru di sini bukan hanya merupakan investasi bagi Indonesia, tetapi juga bagi kesehatan lautan dunia. Tugas yang dihadapi sangat besar, sehingga diperlukan sinergi yang lebih erat antara pendanaan publik, donor, dan sektor swasta,” ujarnya.
Pertemuan ini menghasilkan kesepakatan awal untuk menyusun kerangka koordinasi pembiayaan biru Indonesia yang akan memetakan peran lembaga, prinsip sinergi pendanaan, serta mekanisme harmonisasi antara investasi publik dan swasta. Selain itu, para mitra bersepakat untuk menindaklanjuti dengan pembentukan kelompok kerja pembiayaan biru guna memastikan keberlanjutan dialog dan implementasi agenda bersama.
Melalui langkah ini, Indonesia diharapkan dapat membangun sistem pembiayaan biru yang terukur, transparan, dan berdampak. “Pembiayaan biru bukan sekadar tentang dana, tetapi tentang bagaimana kita memastikan laut tetap menjadi sumber kehidupan bagi generasi mendatang,” pungkas Firdaus Agung.
Tentang YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.