Kontak Media
-
Meita Annissa
Public Communications Manager YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara
Email: meita.annissa@ykan.or.id
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mendampingi kelompok tani di Desa Malikian, Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat untuk mempraktikkan pengelolaan pertanian berkelanjutan di lahan gambut tanpa membakar. Pendampingan ini sebagai upaya untuk mengurangi kejadian kebakaran lahan yang sering terjadi di wilayah tersebut, terutama di musim kering.
Syahrin, salah seorang petani Malikian mengatakan, pendampingan YKAN dilakukan mulai dari proses membuka lahan tanpa membakar, sampai dengan menyiapkan kebutuhan pertanian dengan memanfaatkan potensi yang ada. “Jadi kami buat pupuk sendiri, buat pestisida sendiri dengan bahan-bahan yang kami miliki di desa kami,” ujar Syahrin.
Menurut Syahrin, praktik membuka lahan dengan membakar sudah turun-temurun dilakukan di desanya dan desa-desa sekitar. Meski sudah ada larangan, namun praktik ini terus berlanjut karena ketidakadaan pendampingan. “Sekarang sudah ada YKAN yang mendampingi. Kami mengikuti sekolah lapangan, dibekali berbagai ilmu. Perkiraan kami, tahun depan kebun-kebun ini sudah bisa menghasilkan jahe, jagung, semangka dan lainnya yang saat ini sedang kami tanam,” sebutnya.
Dengan mempraktikkan pertanian berkelanjutan, para petani tidak perlu lagi berpindah-pindah lahan yang akan meningkatkan potensi pembukaan lahan baru dengan cara dibakar. Kepala Sub Direktorat Penanggulangan Kebakaran Hutan Kementerian Kehutanan, Dr. Israr Albar menyampaikan, pendampingan YKAN di Mempawah sejalan dengan inovasi pemerintah untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan yaitu program Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB).
Menurutnya, pemerintah memang terus memperkenalkan inovasi ini terutama untuk provinsi yang rawan kebakaran. “Di Mempawah ini sekitar 44 persen wilayahnya merupakan lahan gambut dengan tingkat kedalaman 4 sampai 10 meter. Karena itu ketika musim kemarau, rentan terhadap kebakaran lahan. Kita tahu, salah satu sumber emisi itu adalah kebakaran lahan gambut. Sehingga menjaga gambut tidak terbakar ini menjadi sangat-sangat penting,” sebutnya.
Manajer Senior Karbon Kehutanan dan Perubahan Iklim YKAN, Dr. Nisa Novita menambahkan, di Mempawah, YKAN bersama masyarakat juga membangun sejumlah sekat kanal untuk membantu membasahi kembali lahan gambut yang terdegradasi untuk mengurangi laju dekomposisi gambut. Selain itu, juga dibentuk Masyarakat Peduli Api (MPA), yang membantu menanggulangi kebakaran lahan.
“Kebakaran hutan yang biasanya terjadi pada bulan Juli – Oktober di Kalbar, tidak hanya berdampak pada peningkatan emisi gas rumah kaca, terganggunya habitat satwa, membawa dampak negatif terhadap kesehatan manusia serta kerugian ekonomi yang tidak sedikit. Karena itu restorasi berbasis masyarakat dengan pembangunan kanal bloking, reforestasi dan rehabilitasi lahan yang rusak serta penerapan pertanian berkelanjutan diperlukan untuk mengurangi tekanan terhadap deforestasi hutan gambut,” ungkap Nisa.
Restorasi Gambut Terintegrasi
Ekosistem gambut tidak hanya memberikan manfaat besar dari sisi ekonomi maupun sosial, tapi juga untuk ekologi. Salah satu manfaat gambut yaitu dalam menyerap dan menyimpan karbon. Namun ekosistem gambut terus menghadapi ancaman degradasi akibat pengeringan atau drainase dengan pembangunan kanal, pembalakan liar, dan juga kebakaran lahan.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah/ BPBD (2024), setidaknya terdapat 13.054,70 hektare hutan dan lahan di Kalimantan Barat terbakar selama periode Januari – Agustus 2024. Dari total luas lahan yang terbakar tersebut 1.000,91 hektare diantaranya adalah lahan gambut.
Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Asep Hidayat mengatakan, saat ini pihaknya bersama YKAN tengah menggulirkan Peat-CORE (Peat Conservation for Resilience), sebuah program konservasi ekosistem gambut untuk meningkatkan ketahanan masyarakat khususnya dalam pengendalian kebakaran di lahan gambut.
Peat-CORE difokuskan untuk perbaikan tata kelola, pembangunan kapasitas dan implementasi inovasi dalam riset emisi gas rumah kaca. Menurut Asep melalui Peat-CORE diharapkan upaya-upaya untuk melindungi ekosistem gambut bisa terintergrasi.
“Kami sudah melakukan penilaian, data-data di Malikian ini sudah kami nilai, sudah lengkap, bahkan terus akan dilengkapi. Selain untuk laporan ilmiah, data-data itu juga digunakan untuk mengelaborasi penguatan program-program di tingkat desa, kabupaten, sampai ke provinsi. Sehingga peran serta aktif kolaborasi baik tingkat pemerintah, lembaga luar, lembaga non pemerintah atau lembaga lain itu bisa kita rajut,” tandas Asep.
Tentang YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.