Kolaborasi Masyarakat dan Balai Taman Nasional Wakatobi Jaga Kawasan Konservasi Lewat Kearifan Lokal
Kontak Media
-
Adia Puja Pradana
Communications Specialist Ocean Program YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara
Email: adia.pradana@ykan.or.id
Upaya menjaga kelestarian kawasan konservasi di Taman Nasional Wakatobi (TNW), Sulawesi Tenggara, terus diperkuat melalui kolaborasi antara Balai Taman Nasional Wakatobi (BTNW), masyarakat adat, dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). Melalui implementasi Standar Operasional Prosedur (SOP) Perlindungan dan Pengamanan Bersama Masyarakat, para pihak berkomitmen menjaga sumber daya alam laut berbasis kearifan lokal dan partisipasi masyarakat.
Taman Nasional Wakatobi memiliki luas kawasan mencapai 1,32 juta hektare, dengan 97 persen wilayah berupa laut dan 3 persen daratan. Sekitar 84 persen atau 1,11 juta hektare kawasan ini dimanfaatkan masyarakat untuk kegiatan perikanan, wisata, dan kehidupan sehari-hari. Meski begitu, wilayah ini kerap mendapati tantangan utama, antara lain penangkapan ikan dengan bom dan racun, perusakan terumbu karang, serta pelanggaran zonasi kawasan.
Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi, La Ode Ahyar T. Mufti menegaskan pentingnya pendekatan kolaboratif yang mengutamakan nilai-nilai kearifan lokal dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut. “Kami percaya pengelolaan kawasan konservasi tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah. Keterlibatan masyarakat, terutama mereka yang memahami ruang laut dan adatnya, menjadi kunci keberhasilan menjaga Wakatobi,” ujarnya.
Dalam implementasi SOP yang disahkan pada Agustus 2024 ini, kegiatan pengamanan kawasan dilakukan secara partisipatif oleh berbagai unsur. Setiap patroli melibatkan Petugas Polisi Kehutanan (Polhut) dari Balai TN Wakatobi, anggota kepolisian lokal, perwakilan Sara Adat, dan anggota kelompok masyarakat mitra konservasi. Masing-masing tim patroli terdiri dari sedikitnya tiga orang, dengan durasi kegiatan dua hingga tiga hari setiap kali pelaksanaan.
Patroli rutin diadakan minimal satu kali setiap bulan, sementara patroli insidentil atau mendadak dilakukan jika terdapat laporan atau indikasi pelanggaran di lapangan. Selain patroli laut menggunakan perahu kecil, kegiatan juga mencakup penjagaan di pos-pos pengawasan, serta monitoring aktivitas nelayan dan wisatawan di zona-zona tradisional.
Teknologi turut digunakan dalam kegiatan ini. Melalui aplikasi Avenza Maps, para anggota patroli dapat mengetahui posisi mereka di dalam kawasan taman nasional dan memastikan kegiatan masyarakat sesuai dengan zonasi konservasi yang berlaku.
Sesuai SOP yang disusun bersama YKAN, setiap temuan pelanggaran akan ditangani secara berjenjang dan terkoordinasi. Jika masyarakat patroli menemukan aktivitas mencurigakan, seperti penggunaan bom ikan, pengambilan terumbu karang, atau pelanggaran zonasi, mereka wajib melaporkan kejadian tersebut ke petugas Polhut atau kepolisian melalui call center BTNW.
Apabila pelanggaran ditemukan secara tertangkap tangan, tim patroli akan segera menghentikan kegiatan pelanggar, mengamankan barang bukti, dan membuat laporan kejadian resmi. Dalam kasus yang melibatkan warga lokal, penyelesaian dapat dilakukan melalui mekanisme adat (Sara Adat) dengan pendekatan pembinaan dan penyuluhan, sebelum langkah hukum diambil.
“Penegakan aturan dilakukan dengan prinsip pembinaan dan kemanusiaan. Kami ingin masyarakat menjadi bagian dari solusi, bukan objek penindakan. Karena itu, penyuluhan dan komunikasi menjadi bagian penting dalam setiap patroli,” lanjut Ahyar.
Bagi masyarakat pesisir, keterlibatan langsung dalam pengamanan kawasan membawa manfaat yang besar. Salah satu nelayan dari Kelurahan Onemay, Pulau Tomia, Supriadi mengaku kini lebih memahami batas-batas kawasan dan pentingnya menjaga laut untuk keberlanjutan hidup mereka.
“Dulu kami tidak tahu pasti mana wilayah yang boleh ditangkap. Sekarang kami ikut patroli bersama petugas, jadi tahu batas kawasan dan bisa ikut menjaga laut agar tetap produktif. Kami berharap, masyarakat, terutama nelayan, selalu dilibatkan dalam melindungi kawasan laut di Wakatobi. Sebab, laut merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat Wakatobi, yang umumnya bekerja sebagai nelayan,” tuturnya.
Selain patroli, masyarakat juga berperan dalam pencatatan aktivitas nelayan, pengawasan wisata bahari, dan penyuluhan konservasi di tingkat kampung. Pendekatan partisipatif ini terbukti efektif dalam mengurangi konflik pemanfaatan ruang laut sekaligus memperkuat kesadaran hukum dan tanggung jawab ekologis di kalangan warga.
Sinergi untuk Perlindungan Laut Berkelanjutan
Dengan luas wilayah konservasi mencapai 1,32 juta hektare dan keanekaragaman hayati yang tinggi, Wakatobi menjadi salah satu contoh sukses penerapan pengelolaan kawasan berbasis masyarakat di Indonesia. Program kolaboratif ini tidak hanya memperkuat perlindungan ekosistem laut, tetapi juga memastikan masyarakat lokal menjadi bagian aktif dalam menjaga warisan alam yang menjadi sumber kehidupan mereka.
YKAN bersama Balai TN Wakatobi telah mendampingi berbagai kelompok kemitraan konservasi dan Sara Adat di pulau-pulau seperti Tomia, Wangi-wangi, dan Kaledupa. Selain mendukung penyusunan SOP, YKAN juga memfasilitasi pelatihan, penguatan kelembagaan adat, serta edukasi masyarakat tentang praktik perikanan ramah lingkungan dan perlindungan biota laut dilindungi.
Manajer Senior Perlindungan Laut YKAN, Yusuf Fajariyanto, menjelaskan bahwa kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga konservasi menjadi model penting dalam menjaga kawasan konservasi laut Indonesia.
“Kolaborasi ini tidak hanya menjaga ekosistem laut, tetapi juga melestarikan warisan budaya dan pengetahuan tradisional masyarakat pesisir. Dengan melibatkan masyarakat sebagai mitra utama, pengelolaan kawasan konservasi dapat berlangsung lebih efektif dan berkelanjutan. Menjaga Wakatobi bukan hanya soal konservasi, tetapi juga menjaga identitas dan kebanggaan masyarakat pesisir,” tutup Yusuf.
Upaya kolaboratif antara Balai TN Wakatobi, YKAN, dan masyarakat adat menunjukkan bahwa perlindungan kawasan konservasi tidak hanya soal menjaga ekosistem, tetapi juga tentang membangun rasa memiliki dan tanggung jawab bersama terhadap laut. Melalui patroli rutin, pengawasan partisipatif, dan penerapan nilai-nilai adat yang selaras dengan hukum negara, Wakatobi menjadi contoh bagaimana konservasi dapat tumbuh dari akar masyarakat. Dengan sinergi yang terus diperkuat dan kesadaran yang semakin tinggi, Wakatobi tidak sekadar menjadi kawasan lindung, melainkan simbol harmoni antara manusia dan alam yang diwariskan bagi generasi mendatang.
Tentang YKAN
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. Memiliki misi melindungi wilayah daratan dan perairan sebagai sistem penyangga kehidupan, kami memberikan solusi inovatif demi mewujudkan keselarasan alam dan manusia melalui tata kelola sumber daya alam yang efektif, mengedepankan pendekatan nonkonfrontatif, serta membangun jaringan kemitraan dengan seluruh pihak kepentingan untuk Indonesia yang lestari. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi ykan.or.id.