Sebagai daerah kepulauan di garis terluar Indonesia, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, menjadi wilayah yang penuh risiko seperti kekeringan, gelombang pasang, badai, hingga tsunami. Untuk itu, diperlukan komitmen yang kuat untuk melindungi masyarakat menghadapi berbagai risiko ini.
Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) 2025-2029, diperlukan untuk mengantisipasi setiap risiko yang mungkin terjadi. Proses penyusunan dokumen ini akhirnya diselesaikan pada akhir tahun 2024 lalu setelah berproses selama lima bulan dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, masyarakat, YKAN, serta tim Cerdas Antisipasi Risiko Bencana Indonesia.

Bupati Sabu Raijua, Nikodemus Nithanael Rihi Heke, menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk memastikan bahwa mitigasi bencana tidak hanya mempertimbangkan aspek lingkungan tetapi juga kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat. Dokumen RPB mencakup strategi, kebijakan, dan program lima tahun ke depan yang dirancang untuk meminimalkan dampak bencana.
Baca juga: Partisipasi YKAN dalam World Water Forum 2024
Dengan meningkatnya dampak perubahan iklim, pendekatan Adaptasi Berbasis Ekosistem (EbA) menjadi solusi utama yang diterapkan YKAN. Pendekatan ini mengintegrasikan pengelolaan ekosistem pesisir dengan pengurangan risiko bencana.
Selama proses penyusunan RPB, masyarakat pesisir dilibatkan untuk menilai risiko iklim dan mengidentifikasi strategi adaptasi berbasis alam. Dengan langkah ini, ketahanan terhadap bencana dapat dibangun tanpa merusak keseimbangan lingkungan.